BELAJAR HIDUP PADA SANG PENJUAL JAMU (5)
Selalu saja ada hal unik dan baru setiap kami berkumpul dengan RBS. Episode kehidupannya bervariasi mengalahkan variasi sinetron TV yang mungkin kita tonton. Benar kata para bijak bahwa kisah pahit masa lalu pada waktunya akan menjadi kisah indah untuk dikenang dan diceritakan. Kami sering tertawa bersama saat RBS bercerita kisah sedih masa lalunya. Kisah sedih masa lalu membuat tertawa masa kini. Unik, bukan? Begitulah waktu mengubah rasa.
Kisah RBS kecil yang saat itu baru keluar dari SD kelas 5 lalu naik kereta api barang menuju Surabaya adalah bagian yang diceritakan beliau. Beliau tinggal di makan dekat terminal Bungurasih. Dulu belum terminal, melainkan tdmpat kumuh penuh gubuk liar. Beliau mengamen demi mendapatkan sesuap nasi. Saat tak ada uang dan tak ada nasi, beliau ke warung makan dengan berpura-pura bisu. Kenakalan khas anak-anak "cerdas" untuk mendapatkan iba. Beliau, RBS, berjuang hidup sendiri. Orang tuanya tetap tinggal di Jawa Tengah.
Beliau pernah menjadi pemulung yang setiap hari berjalan kaki dari Bungurasih ke Tandes. Jatak yang sangat jauh. Namun bagi mereka yang semangat demi hidup, jarak bukanlah sebuah penghalang. Niat, nekad, mangkat adalah prinsip beliau. Hingga kini, beliau tak pernah kenal lelah, selalu saja berbuat untuk orang lain. Saat saya tanya apakah beliau tidak capek, jawabannya adalah senyum dengan kata "sudah biasa."
Teringatlah saya pada kata mutiara yang saya hapal sejak kecil: "Pengalaman adalah guru yang terbaik." Anak yang masa kecilnya diajari berbagai pengalaman hidup biasanya lebih lentur menjalani hidup, tidak kaku, lebih bisa menerima perubahan kisah hidup, tidak mudah mengeluh. Karena itu maka para nabi biasanya mengalami banyak penhalaman getir pada masa kecilnya. Coba lihat kembali kisah Nabi kita yang agung nan mulia itu.
Anak yang kenyang dengan penderitaan biasanya memiliki kehalusan rasa yang luar biasa, tidak tegaan dan selalu siaga membantu. Sebaliknya anak yang dibesarkan dengan kenyamanan dan kemanjaan biasanya selalu tergantung pada faktor di luar dirinya, mudah mengeluh dan tidak tahan banting.
Musibah terus saja menuapa hidup kita, termasuk RBS. Tahun 2017, RBS kehilangan uang hampir 2 trilyun. RBS santai saja menjalani. Sementara itu, banyak di antara kita yang kehilangan 50 ribu membuat kita tak bisa tidup dua minggu. Apa yang membuat sikap masing-masing kita berbeda? Pengalaman hidup dan pengetahuan kita akan hakikat kegidupan di dunia ini. Salam, AIM