KALIMAT PENYABAR DIRI, MENGENANG NASEHAT ORANG TUA
Orang tua bijak seringkali menasehati anaknya dengan kesimpulan hidup yang dialaminya. Orang tua selalu ingin anak-anaknya tumbuh tanpa sedih dan derita. Namun adalah hukum alam bahwa sedih derita itu datang silih berganti dengan bahagia dan senang. Allah membagi ujian hidup bagi semua hambaNya. Almarhum abah saya, K.H. Moh. Hasyim, yang malam ini dikenang dan didoakan bersama oleh para sanak keluarga dan santrinya dalam acara haul, adalah orang tua sekaligus guru saya. Beliau tidak pernah bosan berkisah hikmah kehidupan, menegur dan membimbing saya, dan mengajari saya banyak hal.
Termasuk yang paling sering disampaikan beliau adalah "sabarlah dalam hidup, ada banyak hal yang tidak sesuai dengan keinginan kita bisa terjadi." Kalimat lain yang juga sering disampaikan manakala saya mendapatkan banyak nikmat adalah "jangan senang bahagia melampaui batas, seringkali di samping senang bahagia melampaui batas itu ada musibah yang sedang mengintai." Kalimat lainnya yang kami selalu ingat sebagai anak-anak beliau adalah "rajinlah menanam kebaikan di masyarakat, maka hidupmu akan penuh kebaikan."
Saat saya tabrakan dan patah tulang, saya melihat butiran air mata di pipi kedua orang tua saya. Saya pengalaman tabrakan sekitar 9x, kesemuanya adalah berangkat ke atau pulang dari pengajian. Orang tua saya saya berbisik: "Pasabber ye Cong." (Yang sabar ya Nak). Hidup memang gak selalu berjalan seperti yang kita inginkan, tapi yakinlah bahwa semua itu berjalan seperti yang Allah inginkan. Tentu kita harus berusaha melakukan yang terbaik dalam menjalaninya. Yang terbaik adalah dengan sabar, syukur dan ridla.
Yang membuat kita tak sabar dan tak bersyukur dalam hidup, salah satu penyebabnya, adalah karena kita sering membandingkan keadaan kita dengan orang-orang lain yang tampak lebih mapan dan makmur hidupnya dibandingkan kita. Untuk mengurangi keluhan dan ketaksabaran, belajarlah untuk fokus pada apa yang kita miliki dan jalani sendiri. Belum tentu yang dimiliki orang lain itu membahagiakan kita kalau kita yang memilikinya.
Saya teringat pada dawuh Abu Hazim Salamah bin Dinar. Ini bagus sebagai renungan agar tak berharap apa yang dimiliki orang lain: "Beda antara kita dan para pembesar itu hanya satu hari. Hari kemaren yang sudah lewat kita sama, rasa lezat kenikmatannya sudah hilang. Sementara yang beaok hari kita juga sama-sama tidak tahu. Yang membedakan hanya yang hari ini." Yang hari ini pun akan segera pergi menjadi sejarah hari kemaren. Sabar saja. Semoga kita semua sabar. Yang sudah lewat jangan disedihkan, karena semua sudah lewat dan pergi. Istiqamah saja dalam ketaatan untuk masa depan yang lebih bagus.
Semoga engkau bahagia, Abah dan Umiku yang kini berada di alam barzah. InsyaAllah kami anak-anakmu selalu ingat pesanmu dalam menjalani hidup. Salam, AIM