KEMULIAAN AL-QUR'AN
Sebelum bulan Ramaflan dikenal sebagai SYAHRUS SHIYAM (bulan untuk berpuasa), ia terlebih dahulu dikenal sebagai SYAHRUL QUR'AN (bulan al-Qur'an). Ini karena jauh sebelum puasa Ramadlan diwajibkan, al-Qur'an sudah diturunkan pada bulan Ramadlan ini.
Wajar sekali kalau salah satu amaliah terdahsyat yang dilakukan pada bulan Ramadlan adalah aktifitas membaca, mengkhatamkan, menghafal dan mengkaji al-Qur'an. Rasulullah dan para sahabatnya istiqamah mengisi bulan Ramadlan dengan kegiatan al-Qur'an. Bahkan malaikat Jibril rutin "tadarrus" al-Qur'an bersama Rasulullah di bulan Ramadlan. Lalu bagaimana dengan kita sebagai ummatnya?
Jaman saya kecil saat di desa dahulu, saya dan teman-teman seumuran SD berlomba untuk cepat-cepatan khatam al-Qur'an. Mengkhatamkan al-Qur'an di bulan Ramadlan adalah sebuah kebanggaan. Biasanya kita khatam sebanyak dua atau tiga kali. Bagaimanakah dengan anak-anak kita kini? Masih adakah kebanggaan mengkhatamkan al-Qur'an pada bulan Ramadlan? Kalau tidak, mengapa? Apanya yang salah?
Di desa, nuansa Ramadlan sebagai bulan al-Qur'an memang kental. Bukan hanya anak-anak, para orang tuapun mengkhatamkan al-Qur'an? Mungkin ada yang bertanya "kok tahu?" Di samping karena saya melihat sendiri, mereka yang telah khatam biadanya mengadakan selametan khata al-Qur'an. Biadanya sebagian diantarkan ke rumah saya. Begitulah cara orang Madura desa jaman dahulu menghormati al-Qur'an. Bagaimana dengan Madura kini? Ini tak kujawab.
Yang paling penting untuk ditanyakan dan dijawab adalah bagaimana dengan anak dan keluarga kita? Cintakah mereka pada a-Qur'an? Lancarkah mereka membaca al-Qur'an? Atau senangkah mereka menghapalkan al-Qur'an? Waduh, ingat hapalan al-Qur'an, ingatlah saya pada santri-santri penghapal al-Qur'an di pondok kita yang kini ada di rumahnya masing-masing. Menetes air mata rindu kami. Teruslah dekat dengan al-Qur'an. Ada kesejukan jiwa di sana, ada pengharapan bahagia kini dan kelak. Salam, AIM