KOKOK AYAM DAN PESAN KEBAJIKAN DARI DESA
Saya tidak bisa melupakan kealamian desa. Kandang sapi, kandang ayam, rumput liar rumput ilalang serta embun pagi adalah sesuatu yang tak bisa dijumpai di kota. Menjelang fajar, kokok ayam bersahutan membangunkan manusia untuk menghadap kepada Allah. Ingat koko ayam lalu mengantarkan saya ingat oada tulisan bijak yang pernah saya baca dulu.
Ali Syariati pernah berbincang tentang nasib ayam yang berkokok pagi hari membangun manusia yang terlap dalam tidur mereka. Nasib ayam itu tragis sekali, ia dibunuh karena dianggap mengganggu ketenangan hidup. Ali Syariati lalu berkomentar:"Dari sini saya sadar bahwa siapapun yang rajin "membangunkan" manusia dari keterlelapan maka pasti akan dihabisi". Siapa yang menghabisi? Tentu yang merasa terganggu dengan suara kokok ayam.
Bersyukurlah jika kita adalah penyuka kokok ayam pagi hari. Bersyukurlah jika kita senang bangun pagi hari untuk shalat subuh melaporkan segenap nikmat anugerah kepadaNya. Bangunnya kita pagi hari untuk shalat sungguh bukan karena kita kuat dan mampu, melainkan karena kita dipilih oleh Allah untuk menjadi manusia mulia yang mengabdi kepadaNya. Bersyukurlah.
Ada banyak orang yang dibiarkan terus oleh Allah untuk terlelap dan lalai dari kewajiban. Semoga kita dijauhkan oleh Allah dari kelompok manusia seperti ini. Ada banyak orang yang tidak sempat tidur dan tak sempat terlelap, namun hatinya juga tak sempat ingat kepada Tuhannya. Kelompok ini disebut dengan kelompok "ghafilun." Ya Allah jangan jadikan kami bagian kelompok ini.
Lalu bagaimana caranya agar selalu bisa bangun pagi? Bersahabatkan dengan "ayam yang biasa berkokok." Biasakanlah untuk selalu bersama dengan orang yang mengajak berbuat kebenaran dan kebaikan, apapun resikonya. Sayangnya kini, banyak orang yang menjauh dari orang-orang benar hanya karena takut tidak diperhatikan oleh atasannya yang memiliki jalan hidup berbeda dengan "kokok ayam" yang baik itu. Renungkanlah. Salam, A. I. Mawardi