MASUK KELOMPOK MANAKAH KITA? AKRAB DENGAN SIAPAKAH KITA?
Manusia itu sangat senang jika dirinya termasuk dalam golongan manusia-manusia yang berkarakter positif. Namun, faktanya ternyata tidak semua orang adalah masuk dalam kelompok positif itu karena berbagai alasan. Di antara alasannya adalah keterpaksaan diri demi memenuhi kehendak atau keinginan sesaat, tak memiliki jalan untuk masuk dalam kelompok positif, atau alasan lainnya.
Kalau kita ambil contoh dua kelompok manusia, kelompok orang yang berakal (alim, cerdas) dan kelompok orang bodoh (dungu, goblok), maka sebagai manusia waras kita pasti ingin masuk dalam golongan manusia berakal. Tapi bagaiana caranya? Ternyata caranya tidaklah terlalu susah.
Abdullah bin Thawus bercerita tentang nasehat bapaknya kepada beliau. Kisah ini dipaparkan dalam kita kumpulan kisah petuah para wali, "Kitab Hilyatul Awliya." Bepak Abdullah bin Thawus berkata: "Anakku, bersahabatlah dengan orang yang berakal maka kamu akan dinisbatkan (dimasukkan) dalam kelompok orang berakal, walaupun aslinya kamu belum termasuk di dalamnya. Jangan bersahabat dengan orang-orang bodoh, maka kamu akan dianggap sebagai bagian kelompok itu, walaupun aslinya kamu itu tidak bodoh. Ketahuilah nak bahwa setiap sesuatu itu memiliki tujuan puncak. Tujuan puncak seseorang adalah baiknya kepribadiannya."
Teks bahasa Arabnya begini:
قال عبد الله بن طاوس : قال لى أبى :
يا بني، صاحب العقلاء تنسب إليهم وإن لم تكن منهم ، ولا تصاحبِ الجهال فتنسب إليهم وإن لم تكن منهم ، واعلم أن لكل شيء غاية، وغاية المرء حسن الخلق
Nah, mudah sekali caranya, bukan? Senangkan diri kita untuk senantiasa bersama orang-orang alim, ahli ibadah, ahli riyadlah, ahli amal shalih, maka kita akan masuk dalam kelompok itu. Harapan akhir kita adalah semoga kita oleh Allah senantiasa diberi petunjuk untuk mengikuti jalan orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah, dari golongan para nabi, shiddiqiin, syuhada' dan shalihin. Sungguh indah kehidupan mereka selama di dunia dan terlebih di akhirat kelak.
Jauhilah berakrab ria dengan orang-orang bodoh yang jauh dari agama, jauh dari urusan akhirat dan jauh dari bekerja serta berderma untuk kemaslahatan bersama. Husnul khuluq, kepribadian yang baik adalah ukuran sesungguhnya dari baik tidaknya keberagamaan seseorang. Salam, AIM