MAT KELOR BERHAJI LAGI (1): TUJUAN HAJI MENURUT SANTRI
Tak disangka, Mat Kelor berada di antara antrian haji plus tahun ini. Tak terdengar ada selamatan di rumahnya dan bahkan sepertinya tak ada yang diberitahu bahwa dia bersama istrinya berangkat tahun ini. Dia sepertinya tak canggung lagi secanggung tahun kemaren. Tampak dia sangat percaya diri. Ku sapa dia dan sia tersenyum lalu datang menghampiriku dan memelukku. Ternyata, dia adalah satu pesawat yang sama dengan saya. Lebih lanjut, ternyata Mat Kelor ini juga di kelas bisnis bersama kami. Selamat berhaji kembali, Mat Kelor. Saya ijin kepada beliau untuk menuliskan kisah hajinya tahun ini. Semoga para pembaca berkenan.
Sesampainya di Jeddah, Mat Kelor antribdi toilet. Dia tersenyum kecil melihat gambar seorang lelaki berjenggot bersurban di dinding toilet laki-laki. Mat Kelor berseloroh: "Orang Arab ini sopan-sopan, ke toilet saja memakai surban. Bagaimana lagi kalau ke masjid ya." Dia terus tersenyum menyadari dirinya bersongkok hitam khas Madura. Saya sebut khas Madura karena dipasang miring dan pinggir-pinggir kopiahnya agak lusuh karena air wudlu'. Kalau disindir tentang kopiahnya, Mat Kelor pasti menjawab bahwa itu kopiah keramat, karena membeli dari seorang Lora (di jawa disebut Gus, yakni anak Kyai.
Kini kami beranjak dari bandara Jeddah menuju Mekah. Semoga Allah bukakan rahasia ibadah haji kepada kami agar kami lebih tenang dan damai dalam pangkuan syari'at. Mengetahui maqasid ibadah dalam makna luas akan lebih mengokohkan keyakinan kita. Mari belajar Maqasid al-Shari'ah. Saya sedikit menjelaskan tentang haji ini. Mat Kelor merekam kalimat saya di HPnya. Entah untuk apa. Namun setahu saya, sepulang haji tahun kemaren dia diangkat menjadi ketua takmir masjid dan sebagai ketua persaudaraan haji di daerahnya.
Salah satu tujuan haji adalah pendidikan diri untuk mengeluarkan segala sesuatu selain Allah dari dalam hati dan memasukkan hanya Allah ke dalam hati. Yang pertama disebut dengan "an-nafyu" atau "detachment" dan yang kedua disebut dengan "al-itsbat" atau "attachment." Kulirik Mat Kelor, dia tersenyum dengan senyuman yang mengisyaratkan dirinya tak paham. Ibadah haji, kalau begitu, harus bisa mendidik pelakunya untuk hidup dengan nama Allah, atas nama Allah dan karena serta untuk Allah.
Kamipun bertalbiyah. Mat Kelor tahun ini lebih fasikh dan lebih lantang. Tapi kakek yang ada di belakang Mat Kelor sepertinya adalah abangan yang mulai menyantri dan langsung berhaji. Bacaan talbiyahnya mengikuti tulisan huruf latin, sehingga terdengar agak ganjil saja. Ya, abangan berbeda dengan santri. Bisik Mat Kelor, santri saja bermacam-macam tingkatannya: santri tulen, bau santri, dan santri bau. Salam, AIM