MAT KELOR BERHAJI LAGI (15): BERDOA ITU ADA BEDA DENGAN MINUM OBAT
Saya dan isteri mencoba menggunakan scooter saat bersa'i dalam umroh sunnat kemaren. Bukan karena sakit, namun karena ingin tahu saja agar nanti jika ada jamaah yang ingin berthawaf dan bersa'i memakai scooter kami bisa menunjukkan caranya dengan pasti. Tak mahal dan asyik juga. Isteri saya berbisik: "Kayak di kereta penganten berduaan." Kucubit lengannya, dia setengah teriak bercanda: "Awas kena dam." Tiba-tiba kami berpapasan dengan Mat Kelor yang juga naik scooter. Dia menyetir scooter itu dengan sedikit memejamkan mata sambil berdoa khusyu'.
Isteri Mat Kelor terdengar selalu berkata: "Awas... awas..... awas nabrak jangan terlalu kepinggir." Mat Kelor terus setengah memejamkan mata khusyu' berdoa. Karena sering ditegur isterinya dengan kalimat di atas, Mat Kelor dengan suara agak serak berkata: "Awas... awas... awasi hatimu jangan terlalu ke pinggir. Tetaplah di tengah, di pusat hati dalam berdoa." Isterinya terdiam dan scooter terus melaju dalam kekhusyu'an.
Seusai umroh, kami semua kembali ke hotel. Mat Kelor ternyata tak ada. Kata isterinya, tadi Mat Kelor tiba-tiba terpisah entah kemana. Kami tak bingung karena tahu Mat Kelor sudah pengalaman dan banyak akal. Setelah lama, Mat Kelor Muncul juga dan bercerita bahwa dia tadi mengejar jamaah haji yang bertetangga desa dengan Mat Kelor, yang kebetulan jamaah haji reguler itu adalah kiai langgar, kiai surau, kiai kecil di desa yang mengajar alif ba dan ta. Mat Kelor kaget lalu mengejarnya.
Oleh kiai kecil itu, Mat Kelor diajak duduk-duduk di dekat pemakaman Ma'la yang sangat terkenal itu. Setelah berbincang dalam waktu tak lama itu, mereka berpisah. Kami bertanya kepada Mat Kelor tentang inti pembicaraan dia dengan kiai kecil itu. Berikut dawuh sang Kiai:
"Jangan jadikan doa itu hanya laksana obat, yang hanya digunakan manakala sakit, itupun hanya 3 kali sehari atau bahkan kurang. Jadikanlah doa itu bagai udara yang setiap saat dibutuhkan untuk menyambung kehidupan diri. Doa adalah bukti percayanya kita kepada Allah, bukti kepasrahan kita kepada Allah, dan bukti kebergantungan kita kepada Allah."
Sungguh bernas nasehat kiai itu. Tentu bukan hanya untuk Mat Kelor, tapi untuk kita semua. Lalu Mat Kelor mengeluarkan handphonenya untuk menepon tetangganya yang masih kerabat sang Kiai, untuk menyampaikan kabar bahwa sang Kiai sehat wal afiyat di tanah suci dan barusan bertemu Mat Kelor. Mat Kelor menelpon, lalu meneteskan air mata. Setelah telepon ditutup saya bertanya ada apa. Mat Kelor menjawab: "Kiai yang saya temui tadi sampai di pekuburan Ma'la, ternyata tidak sedang berhaji tahun ini. Beliau sedang opname di rumah sakit saat ini." Kami kemudian diam,suasana senyap, semua bengong. Kok bisa? Salam, AIM