Pencerah Hati

MENYEHATKAN KEMBALI POLA HIDUP YANG LAMA SAKIT - 28 April 2020 14:17

  • Selasa, 28 April 2020 14:17:12
  • Ahmad Imam Mawardi

MENYEHATKAN KEMBALI POLA HIDUP YANG LAMA SAKIT

Ayat tentang puasa yang difirmankan Allah dalam QS 2: 183-188 memberikan lima (5) terapi atau obat yang sangat cocok untuk perbaikan gizi kehidupan manusia, menyehatkan pola hidup yang lama sakit karena donimasi nafsu duniawi. Lima hal yang dicontohkan langsung oleh Rasulullah sebagai amaliyah Ramadlan ini diyakini mampu mengobati penyakit kegersangan hati, kekecewaan batin, kebosanan hidup dan bahkan berbagai penyakit perilaku.

Yang pertama adalah kerelaan hati berbagi anugerah duniawi yang Allah karuniakan padanya. Terapi atau obat yang pertama ini ada pada kalimat (fidyatun tha’amu miskin). Terapi yang pertama ini akan mengganti kebencian menjadi cinta serta mengubah air mata menjadi mutiara. Orang bijak berkata bahwa sejahat-jahatnya orang bisa dipastikan dihatinya masih ada cinta ketika ia telah rela untuk berbagi. Ketulusan cinta seseorang akan disambut dengan cinta Tuhan kepadanya.

Imam Qurthubi berkata: “Barang siapa memiliki banyak dosa, maka wajib baginya berbagi air minum. Allah telah mengampuni dosa orang yang memberi minum anjing, maka bagaimana mungkin tidak mengampuni orang yang memberi minum orang mukmin.” Sekecil apapun pemberian tidaklah boleh diremehkan, karena di dalamnya ada cinta yang bermakna sangat dahsyat dalam kehidupan. Dalam khutbahnya, Rasulullah bersabda: “Takutlah engkau akan neraka, (dan jauhkanlah dirimu darinya) walaupun dengan separuh butir kurma.”

Terapi atau obat berikutnya adalah membaca dan merenungkan ayat-ayat al-Qur’an sebagaimana tersirat dalam potongan ayat unzila fiihi al-Qur’an (bulan yang didalamnya diturunkan al-Qur’an). Menurut sejarah, Jibril selalu datang kepada Nabi Muhammad pada bulan Ramadlan untuk memaca al-Qur’an. QS 17: 82 jelas menyebut al-Qur’an sebagai syifa’ (penyembuh) dari segala penyakit dalam kehidupan ini. Siapa yang senantiasa bersama al-Qur'an, damailah hatinya. Air mata yang mengalir saat membacanya, bukanlah menjadikannya semakin sedih melainkan menyirami hati untuk bahagia. Air mata yang mengalir karena al-Qur’an sungguh sangat berbeda pangkat dan maknanya dengan air mata yang jatuh karena mendendangan dan mendengarkan lagu-lagu.

Terapi atau obat ketiga adalah berdoa yang terbaca jelas dalam firmanNya ujiibu da’wat al-da’I idzaa da’aan (aku penuhi permintaan orang yang berdoa ketika berdoa kepadaKu). Kegalauan dalam hidup seringkali tidak menemukan jalan keluar adalah karena kita melupakan senjata yang digunakan oleh semua Nabi, yakni doa. Rasulullah menyatakan bahwa “doa adalah otak ibadah” dan bahwa “doa adalah senjata orang beriman,” tetapi mengapa banyak umatnya yang melupakan doa sembari menyandarkan kesuksesan hidupnya kepada selain Allah?

Terapi atau obat keempat adalah mengagungkan Allah (wa li tukabbiruLLAH). Penyakit kehidupan berupa kebingungan,kepanikan dan kesedihan hidup seringkali hadir di hati manusia yang mengagung-agungkan Allah. Ketika di kepala dan hatinya bersemayam kekuasaan atau harta kekayaan sebagai yang dominan, maka pastilah keseluruhan energinnya digunakan untuk memperoleh dan mempertahankannya. Ketika energi terkuras untuk selainNya, maka tinggal menunggu waktu hadirnya kelelahan batin yang sering disadarinya ketika sudah akan bertemu kematian.

Terapi dan obat terakhir adalah i’tikaf di mesjid-mesjid sebagai rumah Allah di muka bumi. Terapi ini dinyatakan dalam potongan firman wa antum ‘aakifuuna fi al-masaajid (ketika kamu beri’tikaf dalam masjid). Sempatkan untuk mengisi rumah Allah dengan meninggalkan rumah diri, karena di rumahNya Allah menyediakan banyak hal yang tidak tersedia di rumah kita. Saat ini, masjid kita sedang ditutup demi kemaslahatan, menjauhkan jamaah dari wabah virus. Jadikanlah rumah kita sebagai masjid kita. Berilah rumah kita cahaya sujud dan qira'atul Qur'an serta ibadah yang lain.

Sehatkan kehidupan kita, jadikan rumah kita rumah surgawi. Semoga kita semua dibahagiakan lahir batin, dunia akhirat oleh Allah Swt. Salam, AIM, Pengasuh Pondok Pesantren Kota Alif Laam Miim Surabaya