PAKAIAN SEBAGAI IDENTITAS KEAGAMAAN
Semalam kami bicara tentang ceramah seseorang yang menyoal bentuk sorban pangeran diponegoro dan sorban para tokoh lainnya di Indonesia yang dibilang tidak islami. Entah standar apa dan dalil apa yang ada di benaknya yang digunakan dasar menilai dasar islami tidaknya sorban. Sepertinya, songkok dan baju yang dipakainya juga sama dengan songkok dan baju orang kebanyakan. Sepertinya kita harus belajar banyak tentang fiqih lifestyle.
Hari ini ada mahasiswa S3 yang menghadap saya berkonsultasi tentang judul disertasi dan meminta saya menjadi promotornya. Judulnya adalah Fiqih Lifestyle Dengan Pemdekatan Maqasid al-Syari'ah. Yang dibahas adalah tentang pandangan hukum Islam tentang lifestyle yang berhubungan dengan sandang, termasuk pakaian. Sepertinya asyik juga jalan pikirnya. Kajiannya resmi fiqih.
Yang juga menarik dibahas adalah pakaian sebagai identitas keberagamaan. Ada nuansa sosial politiknya. Lihatlah di pengajian-pengajian betapa model songkok atau kopiah bisa menjelaskan pemakainya itu kelompok mana dan aliran apa. Berikut juga bentuk baju dan warna kostumnya.
Ada keuntungan dan kerugiannya jika pakaian itu sudah menjadi identitas sosial politik. Salah satunya, mudah dibenturkan dan mudah membuat klaim diri sebagai begini dan begitu. Jadi, dibiarkannya baju jamaah itu beragam tidak perlu dikritik terlalu dalam sebagai tidak modis dan tidak "gaul." Inilah wujud bhinneka tunggal ika, beda pakaian namun satu tujuan.
Ada kelompok orang yang fanatik bersongkok putih bertanya: "Sahkah shalat bermakmum pada songkok hitam?" Saya jawab tegas: "TIDAK SAH." Salam, AIM
Note: Lihat gambar