Jangan biasakan bertanya kepada seseorang tentang sesuatu yang sekiranya menjadikan orang yang ditanya itu berbohong. Berbohong itu dosa. Jangan-jangan bertanya yang menyebabkan dia berbohong juga mendapat getah dosa. Syekh Mujahid, seorang ulama salaf yang namanya seringi disebut-sebut sebagai rujukan kebijakan berkata: "Jangan engkau bertanya kepada saudaramu dari mana atau mau kemana, jangan-jangan menjadi beban baginya yang menyebabkannya menjawab dengan berbohong."
Tolong perhatikan kata "menjadi beban sehingga berbohong." Jadi pertanyaan biasa dan wajar yang tak menyebabkan kebohongan tidaklah mengapa. Lebih jelasnya bisa dibaca dalam kitab hadits shahih Bukhari bab banyak bertanya yang tidak disukai (dimakruhkan). Menjawabnya juga perlu hati-hati, tak berlebihan melainkan secukupnya saja.
Kadang orang bertanya apa kabar kepada kita itu kebanyakan basa-basi, jadi tak perlu dijawab panjang lebar sampai menjelaskan hal yang tak ditanya dan diharapkan. Makanya seringkali jawaban apa kabar itu biasanya standar saja, yakni baik atau biasa-biasa saja. Pandai-pandailah membaca konteks dan maksud pertanyaan sebelum di jawab.
Seorang anak kecil TK nol kecil bertanya kepada bapaknya: "papa, aku asalnya dari mana?" Papanya kaget dengan pertanyaan itu dan begitu serius menjelaskan tentang pertemuan sperma dan ovum serta proses hamil dan melahirkan. Si anak bingung tak paham sama sekali. Papanya bertanya: "Mengapa kau tanya itu nak?" anaknya menjawab: "Temanku Toni ditanya bu guru asalnya dari mana, dia jawab dari Madiun. Aku juga ditanya, tapi aku tidak tahu Pa."
Si papa kaget karena rupanya pertanyaan anaknya cuma tentang kota kelahirannya, bukan proses macam-macam yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang sudah menikah itu. Senyum pagi, salam. AIM@Madinah Munawwarah