Pencerah Hati

Pencerah Hati 06 Maret 2017 08:00

  • Senin, 06 Maret 2017 08:00:00
  • Ahmad Imam Mawardi

KALIMAT RENUNGAN 6 MARET

Orang Arab gunung itu kelihatan lebih lugu dibandingkan dengan yang Arab kota yang kelihatan cerdas itu. Memang kebanyakan orang desa itu berpikirnya tak bermuatàn politis, sederhana dan apa adanya. Pandangannya tentang hidup juga tak rumitvdan tak dibikin rumit. Yang penting sudah bisa tidur nyenyak dàn bisa makan untuk hidup maka sudah didefinisikan sebagai kaya. Sementara definisi kaya orang kota sangatlah kompleks karena memasukkan kepemilikan tabungan, investasi dan perangkat hidup yang canggih serta mewah sebagai syarat. Ingin cepat merasa kaya? Tinggallah di desa.

Orang Arab gunung itu disebut dengan Arab Badui (A'rabi). Suatu hari diajak dialog oleh para pemulung kalimat bijak:

قيل لأعرابي : ما الجرح الذي لا يندمل ؟

قال حاجة الكريم إلى اللئيم ثم يردّه

- فما الذل ؟

قال: وقوف الشريف بباب الدنيء

ثم لا يؤذن له

(Dia ditanya: "Apakah luka yang tak bisa sembuh?" Jawabnya adalah: "Butuhnya orang mulia kepada orang hina yang kemudian ditolaknya." Lalu ditanya lagi: " Apakah kehinaan itu?" Dijawabnya: "Berdirinya orang berderajat di pintu rumah orang tak berderajat tapi kemudian tak diijinkan masuk.")

Sungguh jawaban orang Arab gunung itu "mukul" sekali pada mereka yang pola hubungannyavdengan orang lain tidaklah tulus dan pekerjaannya adalah mengejar urusan duniawi dengan menilai rendah urusan ukrawi. Betapa malu dan luka hatinya mereka yang mengemis kepada rakyat biasa untuk dipilih menjadi pemimpin atau wakil rakyat namun kemudian ditolak dan ditinggalkan begitu saja karena rakyat membaca sikap dan ucapannya sebagai rayuan lima tahunan. Tuluslah wahai para pemimpin dan wakil rakyat. Berwibawalah wahai para rakyat dengan menolak menjual suara dan menggadaikan iman.

Jawaban kedua adalah tak kalah "nusuk" ke relung hati. Menyadari bahwa ilmu dan agama adalah mutiara termulia dan termahal, masih saja ada orang berilmu dan beragama yang antri berdiri di depan pintu para pemilik harta dan kuasa demi untuk mendapatkan ceperan atau tetesan harta duniawi. Celakanya, setelah lama menunggu, mereka ditolak untuk bertemu dan diminta antri lain waktu saja. Menghina dan meyakitkan, bukan? Bacalah sikap cendekiawan dan ulama masa lalu pada para menguasa dan pemilik modal harta. Tirulah.

Sungguh berat, namun kita harus belajar dan berusaha memperlakukan orang lain dengan ketulusan cinta dan penghormatan serta meletakkan sesuatu sesuai dengan nilainya. Salam pagi, AIM