Dulu, sebelum ayat pelarangan total minum khamr (memabukkan) turun, turun ayat pelarangan shalat bagi orang yang mabuk, yakni ayat: "jangan kaliam mendekati shalat sedang kalian dalam kondisi mabuk." Mengapa orang mabuk dilarang shalat? Salah satunya adalah karena shalat itu sendiri merupakan dialog atau komunikasi antara hamba dengan Tuhannya, sementara orang mabuk tidak mungkin memahami ucapan dan pembicaraan dirinya.
Lalu bagaimanakah dengan orang shalat yang tidak memahami bacaan-bacaan shalat? Samakah dengan orang mabuk? Haruskan orang shalat itu memahami semua bacaan dalam shalat? Lalu apa sih sebenarnya hakikat shalat itu? Menarik untuk didiskusikan.Menarik pula membaca kisah menarik sahabat saya, Moeflich Hasbullah , dosen ganteng asal bandung itu. Ceritanya begini:
Seorang pemuda pulang dari begadang mabuk-mabukan bersama teman-temannya menjelang adzan subuh berkumandang. Walau setengah mabuk, masih ingat juga dia bahwa subuh akan tiba. Maka dia pilih menuju masjid ketimbang ke rumahnya. Takmir masjid yang kebetulan jaga masjid kaget melihat pemuda setengah mabuk ini menuju masjid, lalu ditanyalah: "Mau kemana mas?" Pemuda itu jawab: "mau shalat subuh." "Berapa rakaan shalat subuh itu?" tanya takmir untuk ngetes kesadarannya. Pemuda itu menjawab: "tiga." Diusirlah pemuda ini untuk pulang karena masih mabuk.
Di perjalanan pulang, pemuda ini bertemu dengan dua pemuda lain yang sedang menuju masjid. Pemuda mabuk bertanya: "mau shalat subuh di masjid ya?" Dua pemuda itu menjawab: "ya." "Subuh itu berapa rakaat?" tanya si mabuk. Dijawab dua pemuda itu: "dua lah." Pemuda mabuk ketawa terbahak-bahak: "Eh, pulang, jangan ke masjid, pasti diusir. Saya jawab tiga saja di usir apalagi yang jawab dua." Salam, AIM@Pondok, menunggu kedatangan jamaah kajian sore hari ini.