RENUNGAN PAGI: PELAJARAN BERHARGA DARI SEBUTIR ANGGUR
Seorang imam sebuah masjid bercerita tentang kejaiban sebutir anggur. Bukan tentang jenisnya dan bukan tentang rasanya, bukan pula tentang harganya. Tentang jenis, rasa dan harga mungkin banyak di antara kita yang tahu. Lalu apa yang ajaib? Mari ikuti pelan-pelan kisah berikut ini.
Suatu hari, salah seorang pedagang membeli 2 kg anggur. Dia memanggil salah seorang pembantunya untuk membawakannya ke rumah, sementara dia sendiri kembali ke tempat kerja untuk melanjutkan perdagangannya. Sang pembantu itu bergegas ke rumah majikan dan memberikan 2 kg anggur itu kepada sang isteri.
Ketika tiba waktu Ashar, sang pedagang tadi pulang. Sesampainya di rumah, dia menanyakan anggur itu untuk dimakan bersama atau untuk dimakannya yang masih tersisa. "Aku dan anak-anak sudah menghabiskannya," kata sang isteri. "Aku beli 2 kg, dihabiskan semua tanpa tersisa sebutir anggurpun?" Tanya sang suami.
Lelaki pedagang itupun keluar dan pergi. Dipanggil oleh6 isterinya, namun dia terus berjalan sambil menunduk. Entah apa yang ada dalam pikirannya. Ternyata, pedagang itu datang ke makelar tanah mencari tanah terbaik. Ditunjukkanlah tanah terbaik dan dibelinyalah tanah itu. Lalu beliau mencari kontraktor untuk membangun masjid di tanah itu. Hati itu pun langsung mulai dikerjakan.
Sang isteri bingung menunggu suaminya lama tak pulang-pulang. Saat pulang ke rumah sang isteri bertanya dari mana kok lama tak pulang. Sang suami menjawab dengan tenang: "Sekarang saya tenang pikiran, saya ini akan mati. Saat saya masih hidup bersama kalian, kalian lupa sama saya. Satu butir anggurpun saya tidak disisakan. Lalu bagaimana kalau saya mati nanti? Kalian tidak mungkin bershadaqah atas nama aku walau menggunakan harta yang kutinggalkan. Hartaku pasti kalian perebutkan dan habiskan untuk kalian sendiri. Hartaku kini sudah saya shadaqahkan, saya gunakan untuk membangun masjid. Ini untuk setelah kehidupanku paska kematianku."
Sang imam masjid yang bercerita itu berkata: "Inilah masjid hasil shadaqah pedagang itu. Usia masjid ini sudah 400 tahun." Subhanallah, shadaqah jariyah berupa masjid yang terus mengalir pahalanya walau sudah 400 tahun. Saya meneteskan air mata saat mendengar dan menuliskan kisah ini, sambil berdoa: "Semoga semua yang bershadaqah untuk pembangunan Masjid dan Asrama Tahfidz di pondok kami diberikan pahala shadaqah yang terus mengalir abadi." Mohon doanya, semoga cepat selesai finishingnya. Salam, AIM, Pengasuh Pondok Pesantren Kota Alif Laam Miim Surabaya