BERLAJAR HIDUP PADA SANG PENJUAL JAMU (20)
Di tulisan seri sebelumnya kita bertanya-tanya apakah suara RBS itu merdu kok sampai memberanikan diri membeli gitar untuk mengamen pasca dipecatnya beliau menjadi "manajer" warung remang-remang itu. Empat malam yang lalu jawabannya muncul saat RBS menunjukkan kemampuannya mendalang dengan lakon "Semar Bangun Kahyangan." Sungguh merdu suaranya, sungguh dalam makna filsafat wayang ini.
RBS berpindah tempat dari Baturaja ke Palembang untuk mengamen. Namun profeai mengamennya tidaklah lama. Hampir sama dengan pengalaman hidup lainnya, dijalaninya profesi mengamen ini sekitar 1,5 sampai 2 bulan saja. Keadaan memaksa RBS untuk menjalani tugas sebagai kepala geng anak-anak nakal. Bertarung, berkelahi, dan bergulat adalah kebiasaan RBS sejak kecil. Sejak bayi RBS hidup bersama ular dan harimau. Hikmahnya, bertarung dengan manusia dianggapnya sebagai hal yang lebih tidak berbahaya. Karena sering memenanhkan perkelahian, diangkatlah RBS menjadi ketua geng. "Nama saya di Palembang sebagai ketua geng adalah Banv Kirno," kenang beliau.
Banyak anggota geng yang setia pada RBS, ada anak baru, Sartak namanya, yang ingin bergabung. Setelah dites, ternyata anak inj afalah anak cengeng, tak layak menjadi anggota geng. Dibentak sedikit, sudah mau nangis. Ditelusuri asal usulnya, ternyata Sartak imi afalah anak pemilik kebin kopi yang kaya-raya. RBS mengembalikan Sartak ke orang tuanya sambil mengajarinya perjuangan hidup. Ketua geng yang aneh, bukan?
Orang tua Sartak senang sekali kepada RBS. RBS diminta tinggal di kebun kopi sekaligus menjadi pengawas kopi dengan gaji yang lumayan besar. RBS berhenti menjadi ketua geng. Namun, apakah RBS berhenti berkelahi? Ternyata tidak. RBS harus melawan para preman kopi. Hidup memang benar-benar perjuangan. Kita tunggu kisah selanjutnya nanti. Salam, AIM