Pencerah Hati

ETIKA DALAM MENYIKAPI PERBEDAAN SANGAT DIBUTUHKAN DI NEGERI INI - 11 Maret 2019 13:16

  • Senin, 11 Maret 2019 13:16:29
  • Ahmad Imam Mawardi

ETIKA DALAM MENYIKAPI PERBEDAAN SANGAT DIBUTUHKAN DI NEGERI INI

Ilmu agama itu luas sekali, mulai dari ilmu alat seperti nahwu dan sharraf (tashrifan) sampai pada aqidah, fiqh dan akhlak. Syariat itu tidak terbatas pada apa yang kita ketahui saja, ada banyak yang tidak atau belum kita ketahui. Karena itu, menjadikan pengetahuan kita sendiri sebagai satu-satunya ukuran kebenaran syari'at adalah salah satu bentuk kesombongan yang banyak sekali tidak disadari.

Pilihan-pilihan hukum ada banyak sekali. Kita bebas memilihnya setelah kita mengetahui mana yang paling tepat menurut kita sebagai wakil dari kebenaran itu. Pilihan orang lain tak mesti sama dengan pilihan kita. Sebagaimana mereka tidak berhak memaksa kita mengkuti pilihan mereka, maka kitapun terlarang memaksa orang lain untuk memilih apa yang kita pilih. Ada yang disebut sebagai adab al-ikhtilaf (etika berbeda pendapat).

Lihatlah bagaimana para sahabat menyikapi perbedaan pendapat. Lihat pula bagaimana para ulama assalafus shalih menyikapi perbedaan pendapat. Tak ada yang bertengkar sampai pada aksi memusuhi dan mengkafirkan orang yang berbeda pendapat. Mereka yang mengaku mengikuti assalafus shalih namun gampang sekalu bermadzhab takfiri (gampang mengkafirkan yang tak sepaham) adalah orang-orang yang tidak paham manhaj assalafus shalih.

Tempat dan waktu memiliki pengaruh luar biasa terhadap penetapan hukum dan pilihan hukum. Inilah bukti dari fleksibelitas dan elastisitas hukum Islam yang bermottokan bersifat universal dan cocok untuk semua tempat dan waktu. Islam tetap satu, namun tafsir akan dalil yang sangatlah berbilang. Bukankah apa yang mereka pahami dan kita pahami juga bagian dari tafsir akan teks?

Menarik sekali kalau kita lebih banyak membaca dan mendalami perbedaan-perbedaan pandangan sahabat dan ulama dulu. Seakan kita menyaksikan dinamika pemikiran keislaman yang sejuk dan damai, nir-paksaan dan nir-kekerasan. Salam, AIM, Dosen Pascasarjana UINSA Surabaya