Pencerah Hati

JENIS MANUSIA YANG BERKEMANUSIAAN - 06 Juli 2021 15:45

  • Selasa, 06 Juli 2021 15:45:29
  • Ahmad Imam Mawardi

JENIS MANUSIA YANG BERKEMANUSIAAN

Mendengar dan membaca banyak peritiwa akhir-akhir ini mengantarkan saya pada perenungan pagi ini tentang bagaimana seharusnya kita menghadapi kenyataan hidup yang dirasa semakin rumit. Keluhan masyarakat semakin nyaring terdengar, kepastian jalan hidup berada dalam persimpangan jalan. Dibutuhkan sekali kehadiran manusia pilihan yang bisa mendinginkan suasana, meredam dan menampung derita.

Kini terbukti nyata kebenaran dawuh para sesepuh bahwa banyaknya hitungan orang yang kita kenal bukanlah ukuran yang paling menentukan kebahagiaan kita. Yang sangat membahagiakan perasaan kita adalah hadirnya seseorang dalam kehidupan kita tanpa kita panggil melainkan hanya karena merasa ada yang perlu dia bantu untuk mengurangi beban kita. Orang tulus yang selalu menyediakan "dadanya" untuk kita sandari tanpa kita membisikkan keluh kesah kita kepadanya adalah sahabat sejati yang Allah utus untuk kita.

Miliki jiwa tulus untuk membantu orang lain karena sesungguhnya setiap kita pada waktunya membutuhkan kehadiran dan bantuan orang lain. Membantu meringankan beban orang lain adalah karakter utama hamba-hamba pilihan Allah. Teks kitab suci menganjurkan dan memuji mereka yang hadirnya adalah menjadi karyawan Allah melayani hamba-hambaNya yang lain.

Perhatikan QS At-Taubah ayat 128 yang mendeskripsikan sifat Nabi kita Muhammad SAW:

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

Artinya: "Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin."

Bagaimanakah dengan kita ummatnya? Janganlah bersikap egois, individualistik, opportunis demi keuntungan sendiri. Semakin kita bermanfaat untuk orang lain, maka semakin tinggi nilai kemanusiaan kita.  Kata para pujangga: "Orang yang masih merasakan sakitnya diri sendiri adalah pertanda dia masih hidup sebagai makhluk. Orang yang mampu merasakan sakitnya orang lain adalah pertanda orang itu seorang yang hidup hatinya sebagai manusia." Salam, Ahmad Imam Mawardi, Pondok Pesantren Kota Alif Laam Miim Surabaya