KASIH SAYANG ALLAH YANG TERSEMBUNYI DI BALIK KEDERMAWANAN (1)
Saya senang membaca kisah ini, karena itu saya ingin berbagi. Mereka yang hidupnya tidak mengenal keajaiban, tidak percaya dengan hal tak kadat mata, mungkin tak akan percaya kisah ini dan menganggapnya tidak masuk akal di kepala. Catatan awal saja bahwa kepala kita berukuran lebih kecil ketimbang kopiah dan topi atau songkok yang kita pakai. Nikmati saja, semoga ada hikmah.
Seorang lelaki baik hati saat berjalan-jalan di lembah sebuah pegunungan begitu terpukau dengan seekor sapi susu perah yang sehat, gemuk dan menghasulkan susu sedemikian banyak. Hatinya berkata: "Andaikan tetanggaku yang miskin yang memiliki 9 anak itu itu memiliki sapi ini, betapa bahagia dan tertolong hidupnya." Orang baik selalu saja ada waktu memikirkan orang lain. Tak hanya memikirkan melainkan juga mencari jalan keluar untuk masalah orang lain.
Lelaki baik ini lalu membeli sapi tersebut untuk dihadiahkan kepada tetangganya yang miskin itu. Begitu bahagianya sang tetangga. Senyum dan tangisan bahagia terlihat diiringi dka kebaikan untuk sang lrlaki pemberi sapi itu. Hidup sang tetangga membaik dan lebih sejahtera. Produksi susunya terkenal di kampung itu, pelangganpun mulai ramai.
Jarum jam terus berputar dan matahari terus beredar. Rembulanpun dari sabit ke purnama, dari purnama ke sabit sampai menghilang dan muncul kembali sebagai "bulan yang baru" terus berjalan. Musim berubah, sampai tiba masanya musim paceklik. Desa bahkan negeri itu krisis panjang karena kekeringan. Air sulit untuk didapatkan.
Lelaki baik pensedekah sapi itu mengajak anak-anaknya ke gurun sahara mencari tempat yang mungkin ada air. Bertemulah mereka dengan lubang besar semacam gua yang cukup dalam. Ayahnya ijin masuk dan menyuruh anaknya menunggu sampai sang ayah mendapaykan air. Lama sekali lelaki baik itu masuk gua, gak ada tanda-tanda akan keluar. Sampai satu minggu si anak-anak menunggu di luar dengan waswas dan khawatir. Mereka semua akhirnya berkeyakinan sang ayah meninggal dunia. Anak-anak rupanya tak begitu bersedih, bahkan agak bahagia karena sebentar lagi akan mendapatkan pembagian warisan.
Memang ada beberapa tipe anak yang justru berharap orang tuanya meninggal dunia agar kekayaannya segera berpindah tangan. Tipe ini adalah tipe anak yang semenjak kecil kepalanya hanya diisi angka dan kalkulator, bukan huruf hija'iyah dan sajadah. Semoga anak-anak kita menjadi anak shalih shalihah yang berharap orang tuanya bahagia dunia akhirat.
Warisanpun dibagi. Salah seorang di antara anak penerima warisan itu berkata: "Ayah kita pernah memberi sapi perah ke tetangga, sapi itu produktif. Mari kita minta kembali, lalu kita bagi rata." Ketamakan memang cenderung menghalalkan segala cara, bahkan merampas apa hang sudah menjadi hak orang lain. Mereka pun sepamat berangkat ke rumah tetangganya itu.
Bagaimana respon sang tetangga? Bagaimana nasib sang ayah yang di gua itu? Semoga ada waktu, kita lanjutkan. Kisah belum titik, masih koma. Salam, AIM