Kata Nenek Tentang Cinta dan Tatapan Cinta
Sore ini kulihat istriku kecapekan. Tiba-tiba tiduran disebelahku persis gaya anak ayam yang minta didekap induknya. Kutatap sajawajahnya dan masih terlihat cahaya cinta yang pertama kali kulihat tahun 1992 dulu, saat saya secara resmi menyatakan cinta dan siap menikahinya. Kami isi perbincangan sore ini dengan hal-hal ringan yang merangsang memori untuk memunculkan kembali peristiwa indah masa lalu.
Teringatlah saya pada fatwa cinta nenek, manusia yang sudah menjalani hidup lebih lama dibandingkan kita. Kata nenek: "Cinta itu berawal dari kecil lalu membesar dan membesar seiring berkembangtumbuhnya ola hubungan yang baik. Lalu, berlombalah kedua orang yang saling mencinta itu untuk meninggal dunia sebelum pasangannya meninggal." Mengapa ingin mati terlebih dahulu? Jawabnya adalah bahwa ditinggal orang yang dicinta merupakan mestapa yang sulit dilupa.
Ternyata, saat saya mengingat fatwa nenek, ingatlah pula pada ucapan istri saya saat kami berbincang tentang kematian: "Semoga Mas panjang umur ya, saya mati duluan." Dengan sigap selalu saya jawab: "Saya lah yang duluan wahai adinda. Bukankah sudah 9 kali saya tabrakan dan seringkali terjatuh sakit." Anak kami yang paling kecil yang mebdengar obrilan kami menyela: "Jangan rebutan mati, bersama saja lah biar tidak tengkar." Lalu kami tertawa bersama.
Semoga kesesuaian obrolan kami dengan fatwa nenek adalah pertanda cinta yang sejati, cinta yang semakin lama semakin membesar. Saya cuma berbisik: "Istriku, maafkan aku jika masihvbelum seperti yang kau inginkan." Saya sungguh tak ingin istriku berkata dan atau menulis seperti tulisan seorang istri tentang suaminya: "Kalau kubaca tulisan-tulisan bijak suamiku di media sosial, ingin sekali aku menjadi istrinya." Salam, AIM@Pondok Pesantren Kota Alif Laam Miim Surabaya