KERUPUK BRUNEI DAN PENEGUHAN IDENTITAS
Pagi ini, pagi sekali, ada hamba Allah mengetuk pintu pondok untuk mengantarkan kerupuk Brunei. Hamba Allah yang saya maksud ini adalah salah seorang pengurus pondok yang "tugas"nya kebanyakan berkenaan dengan upaya penjagaan kesehatan saya. Istrinya baru datang dari Brunei. Ada undangan Sultan Hassanal Bolkiah, rupanya. Sebelum plastik kerupuk dibuka, terlihat nama produknya, "Hajjah Zabaidah Bte Mohammad." Saya tersenyum.
Kini, tepatnya akhir-akhir ini, marak menggunakan nama sebagai merek komoditas. Sepertinya, jaman dulu hanyalah Nyonya Meneer yang tampil sebagai nama jamu. Saat ini ada banyak nama warung dan produk yang menggunakan nama manusia. Tak perlu saya sebut nama, karena saya tak dikontrak sebagai pengiklan. Masyarakat rupanya lebih mudah menghapalkannya. Mau tidak mau, penamaan produk dengan nama itu berkaitan erat dengan identitas diri. Ada dorongan lebih kuat untuk mempersembahkan yang terbaik demi identitas diri agar selalu baik. Karena itulah maka saya usul kw Abah Rudi Sidoarjo agar HFC (Halal Fried Chicken) nya di tambahi kata menjadi HFC Abah Rudi. Lalu pasangnya foto diri untuk menyaingi foto Mbah KFC. Mantap, bukan?
Lalu mungkin ada yang bertanya, bagaimana dengan RAWON SETAN? Mengapa nama ini menggunakan nama setan? Lalu foto siapa yang harus dipasang? Nah, untuk yang satu ini adalah pengecualian. Yang ini bukan berkenaan dengan identitas diri, melainkan dengan doa. Ibu Hajjah Lusi, pemilik Restoran Rawon Setan yang terkenal itu, berdoa: "Semoga yang makan rawon kami, nasi rawonnya masuk ke perutnya lalu setannya keluar dari hatinya." Karena terlalu panjang untuk menjadi nama, maka disingkat RAWON SETAN." Mulia sekali bukan?
Ada lagi yang perlu saya sebut untuk dikasih merek karena enak dan khas. Misalnya, Kikil Sapi Bu Hajjah Riani, Rempeyek Bu Wahyuni dan Kerupuk Talango Bu Jay. Dan masih banyak lagi produk pribadi yang pernah diantarkan ke pondok yang layak untuk mendapatkan nama identitas diri. (Mohon maaf, yang belum pernah saya rasakan tak mungkin disebutkan di sini, hahahaha).
Singkat cerita, ternyata nama itu penting, nama itu punya makna, nama itu punya guna. Kalau begitu, hati-hatilah memberi nama dan lebih berhati-hatilah menjaga nama. Sekali rusak, lama nian waktu dibutuhkan untuk memperbaikinya. Terimakasih kerupuknya Bu Hajjah Ch. Nawalah. Salam, AIM@otw_Pendopo Kabupaten Sidoarjo