Pencerah Hati

MEMBACA SEJARAH UNTUK MEMETIK HIKMAH KEHIDUPAN (1) - 02 Juni 2019 21:31

  • Minggu, 02 Juni 2019 21:31:06
  • Ahmad Imam Mawardi

MEMBACA SEJARAH UNTUK MEMETIK HIKMAH KEHIDUPAN (1)

Pada tanggal 2 Juni 786 M, lahirlah seorang anak manusia yang nantinya menjadi khalifah terkenal dalam sejarah dinasti Abbasiyah, yaitu Khalifah Makmun. Khalifah ini sangat mencintai ilmu pengetahuan dan karenanya sangat menghargai segala upaya penerjemahan kitab-kitab ke dalam bahasa Arab. Beliau ini termasuk khalifah yang santun, tak begitu sering marah.

Suatu hari, di istananya digelar acara pertemuan para tokoh dan kepala wilayah dalam naungan dinastinya. Beliau memanggil salah seorang pembantunya. Sang pembantu tak menjawab. Dipanggilnya lagi dan tak menyahuti panggilan itu. Dipanggilnya sekali lagi dan kemudian keluarlah sang pembantu sambil membawa sepotong roti dan berkata: "Istana macam apa ini, bahkan seorang pembantupun tak bisa berkesempatan makan walau sepotong roti."

Kira-kira apa yang akan dilakukan seorang presiden atau pimpinan jika pembantunya kasar seperti ini dan tak sadar posisi serta tak tahu sopan santun? Sepertinya kita semua memiliki satu jawaban berdasarkan apa yang biasa kita dengar dan tonton selama ini. Khalifah Makmun berdiri dan memegang jenggot sang pembantu itu. Semua tokoh dan kepala wilayah yang hadir menutupi wajahnya dengan pakaiannya karena takut terkena percikan darah sang pembantu itu. Apakah sang pembantu itu dibunuh oleh Sang Khalifah?

Khalifah Makmun berkata dengan lembut: "Penguasa itu jika baik akhlaknya, biasanya akhlak para pembantunya menjadi jelek. Sementara jika akhlak penguasa itu jelek, maka akhlak para pembantunya menjadi bagus. Aku tak akan membeli jeleknya akhlakmu dengan kebaikan akhlakku. Pergilah dariku." Lalu sang pemantu pergi dari istana, namun tidak ada sanksi lainnya.

Coba kita renungkan kalimat sang Khalifah tentang relasi akhlak pemimpin dan akhlak para bawahannya. Mestikah seperti itu, yakni berbanding terbalik? Kalaupun tidak selalu seperti itu, maka cobalah kita ambil satu hikmah saja yakni menjadi orang yang sabar jika atasan atau bawahan kita berakhlak buruk. Bukankah kita berada dalam posisi sebaliknya? Tapi, bagaimanakah jika atasan atau bawahan kita berakhlak baik? Bersyukurlah, berarti ada pola relasi yang berbeda dari apa yang dikatakan oleh Khalifah Makmun. Salam, AIM