MENGAPA KEHIDUPAN DI DESA TAMPAK LEBIH DAMAI DAN TENANG DIBANDINGKAN KEHIDUPAN KOTA? (2)
Sedang menikmati santapan makan sahur? Nikmati, hayati dan semoga penuh keberkahan. Kita lanjutkan uraian ke 1 kemarrn supaya lebih jelas dan menukik jawabannya akan pertanyaan dalam judul itu. Jangan lupa berdoa semoga tidak ada yang tidak bersahur karena tidak memiliki sesuatu untuk dijadikan santapan sahur.
Saat saya pulang ke desa dan berkeliling ke berbagai pasar dan kampung di desa itu, manusia berlalu lalang, tegur sapa dan senyum serta duduk berkumpul bersama seusai kerja adalah sebuah pemandangan yang biasa. Saya paling senang duduk bersama mereka di pinggiran pematang sawah berbincang tentang pertanian. Anak-anak kecil sibuk memancing di sungai, ada yang bermain layangan dan ada pula yang bermain petak umput serta lain sebagainya. Ini di musim pandemi. Suasanya tetap ramai dan akrab. Seusai tarawih mereka duduk-duduk di teras mushalla sambil gantian saling pijat.
Saya lalu ingat kembali pada buku yang ditulis oleh Hugh van Cuylenburg, seorang pendidik yang kita perbincangkan dalam tulisan sebelumnya. Dia menulis buku yang menarik menurut saya, buku yang berjudul "The Resilience Project: Finding Happiness through Gratitude, Emphaty and Mindfulnes." Dari judulnya, kita sudah bisa menebak kesimpulannya.
Hugh van Cuylenburg merasa tertantang menemukan sebuah jawaban mengapa anak-anak di pedesaan India tempat dia mengajar itu tampak lebih ceria dan bahagia dibandingkan dengan anak-anak kota. Di Australia, saudarinya sendiri ternyata mengalami menyakit kecemasan akut, kegelisahan yang merusak mental bahagia. Hugh van Cuylenburg awalnya tak habis pikir bagaimana anak kota yang memiliki uang dan makanan bergizi yang cukup hidup terus berperang secara mental dengan dirinya sendiri lalu takluk pada kuasa media dan akhirnya stress.
Hugh van Cuylenburg menemukan jawaban dalam buku itu bahwa kesibukan diri dan kompetisi kehidupan yang luar biasa tingginya di kota telah banyak menghapus kemungkinan terbentuknya keakraban yang tulus, tegur sapa yang menyenangkan dan saling memikirkan satu sama lain. Sementara itu, di desa yang masih alami dengan alam dan tradisinya, nilai-nilai keakraban dan ketulusan hubungan itu masih terus terjaga.
Hugh van Cuylenburg lalu menyimpulkan bahwa siapapun yang berkehendak untuk bahagia, baik yang tinggal di desa atau di kota, jangan lupakan tiga nilai utama: bersyukur atau berterimakasih, empati atau mampu memahami rasa orang lain, serta penuh perhatian dalam kehidupan. Kesimpulan menarik, bukan? Salam, A. I. Mawardi