NIKMATNYA REBAHAN ADALAH SETELAH LAMA TAK REBAHAN
Minggu ini adalah munggu kurang rebahan bagi saya. Duduk, berdiri dan berjalan adalah aktifitas terbanyak. Sejak kemaren pagi hidup saya banyak di pesawat dan di mobil. Saat di luar pesawat dan mobil bisa dipastikan duduk dalam sebuah acara. Tak apa, semoga ada nilai dan guna di dalamnya.
Acara hari ini dimulai dengan menikahkan puteri jenderal Angkatan Laut di wilayah Surabaya Barat. Dalam khutbah nikah, saya bercerita bagaimana para Rasul membangun keluarga. Bagaimana pula problematika keluarga dialami oleh mereka. Jalan hidup berkeluarga ternyata tak ada yang sepi dari problema. Tak didengarnya adanya masalah dalam sebuah keluarga tidak berarti tak ada masalah. Mungkin saja adalah karena mereka tidak bercerita dan mengeluhkan masalah. Mereka sadar bahwa mengeluhkan masalah adalah sebuah masalah baru sebagai tambahan atas masalah yang dikeluhkan.
Selesai acara, kami bertarung melawan macetnya jalanan Surabaya menuju Kantor Kementerian Agama Propinsi Jawa Timur untuk kbutbah Jum'at. Tema yang saya pilih adalah mencari bahagia, di mana alamatnya. Ternyata, menurut penelitian, bahagia seringkali hadir setelah derita. Bukankah, kata banyak orang, nikmatnya makanan itu terasa memuncak saat kita terdera lapar yang memuncak? Maka, nukmati saja derita, kemudian sabarlah menunggu bahagia.
Turun dari masjid, bergegaslah ke airport Juanda. Jadwal terbang ke kota Denpasar Bali menunggu. Sungguh tak ada waktu untuk makan dan minum. Kadang, kita tak adil atas tubuh kita sendiri. Kini telah tiba di Bali. Ada kesempatan untuk rebahan. Ternyata, rebahan itu nikmat sekali tetasa setelah lama tak rebahan. Sejenak sebelum berangkat ke acara, saya sempatkan tuliskan status ini.
Saya titipkan pesan: "Yang punya segalanya hanyalah Allah. Tak ada manusia yang memiliki segalanya. Karena itu Allah tidak pernah mensyaratkan manusia harus memiliki segalanya agar bahagia. Allah hanya mensyarakatkan ridla, menerima dan bersyukur atas apa yang dimiliki." Salam, AIM@Denpasar Bali