Ibnu Qayyim berkata: "Tanda-tanda kebahagiaan (sa'adah) seorang hamba adalah ketika dia meletakkan kebaikan-kebaikan dirinya di balik punggungnya, sementara kejelekan-kejelekan dirinya diletakkannya di depan kedua matanya. Sementara tanda-tanda penderitaan (syaqawah) seorang hamba adalah ketika dia meletakkan kebaikan-kebaikan dirinya di depan matanya, sementara kejelekan-kejelekan dirinya diletakkan di belakang punggungnya."
Klaim kebaikan diri adalah tidak elok, terlebih jika disertai dengan penilaian akan kejelekan orang lain. Setiap manusia dilahirkan dengan beragam sifat yang tak satupun secara utuh bernilai sempurna, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah. Lalu, dalil apakah yang bisa digunakan sebagai pembenar untuk menghina, mencaci dan menyebar aib orang lain ketika dalam nyatanya kita sendiri penuh dengan kekurangan?
Kalau kita ingin hidup tenang, damai dan harmonis dengan sekitar, sesungguhnya syaratnya cukup ringan: "Sesuaikan frequensi Anda dengan frequensi semesta, maka suara jernih kan terdengar melagukan nada dan syair kedamaian." Kita harus biasa meletakkan kebaikan orang lain kepada kita di depan kedua belah mata kita sehingga kekurangan orang lain itu tak mampu menghadirkan kebencian. Kita harus biasa meletakkan kesalahan dan kekurangan orang lain di balik punggung kita agar kesalahan dan kekurangan itu tak mampu menghalau cinta dan kasih sayang di hati kita.
Suatu hari, hawariyyun (sahabat-sahabat nabi Isa) bertemu dengan bangkai kambing yang bau sekali. Mereka menutup hidung sambil berujar: "Baunya busuk sekali bangkai ini." Nabi Isa menimpali: "iya, benar. Tapi lihatlah, giginya masih putih." Pandai-pandailah melihat kelebihan orang lain, bukan kekurangan-kekurangannya. Kalaupun ada kekurangannya, simpan sendiri dan kalau bisa lupakan, bukan justru menyebarkannya demi kepentingan dan motif pribadi. Salam, AIM@pesawat_to_Jakarta