KALIMAT RENUNGAN 3 MARET
Sering saya bertanya-tanya mengapa banyak kiai jaman dulu yang tak berkenan duduk di depan ketika menghadiri suatu pertemuan. Mereka memilih duduk di belakang dan atau duduk bersama orang kebanyakan. Kisah tentang perilaku seperti ini sering kita dengar dan sebagian masih bisa kita lihat saat ini. Tanpa berburuk sangka pada yang langsung suka dan mau duduk di depan, jawaban mereka adalah takut hatinya bergerak dengan nada riya'.
Ketika membaca kisah tentang Imam al-Ghazali pertanyaan yang hampir sama muncul. Ketika beliau pergi ke Damaskus, Syam (kini Suriah), beliau tak mengenalkan jati dirinya dan beliau bekerja sebagai tukang bersih-bersih toilet masjid. Beliau tak berebut menjadi imam shalat. Baru diketahui identitasnya saat hanya beliaulah yang bisa menjawab pertanyaan sulitvdi masjid itu, lalu orang bertanya namanya. Saat sudah banyak yang tahu jati dirinya, beliau pergi ke tempat lain yang tak ada yang mengenalnya.
Teringatlah saya pada suatu maqalah (ucapan) bijak yang layak untul direnungkan:
الشهرة تفتح للعبد سبعين باباً من الرياء فيجد مشقة في إغلاقها.
وخمول الذِّكر ليس فيه إلا باب واحد.
ولذلك كان بعض السلف يعدّون الخمول نعمة
(Keterkenalan membukakan 70 pintu riya' pada seseorang. Dia akan sulit sekali menutup pintu itu. Bersembunyi dari sebutan orang tak memiliki banyak pintu menuju riya' melainkan hanya satu. Karena itulah maka sebagian ulama salaf menganggap ketakterkenalan adalah sebuah nikmat)
Luar biasa sekali kehati-hatian ulama salaf dalam menjaga hati. Mereka tak sibuk mengiklankan diri. Mereka tak sedih saat tak disebut-sebut dan tak dielu-elukan banyak orang. Saya tak mengatakan bahwa terkenal itu salah dan dosa. Namun godaannya sungguh sangat dahsyat. Karena semuanya adalah masalah hati, maka semoga hati kita senantiasa dilindungi dan dibimbing Allah. Salam, AIM@Aston Tropicana Hotel Bandung