Nilai Ilmu
Kakek penjual mangga ini gembira ketika penyakit yang dideritanya ternyata bukan penyakit berat. Sakit dada yang dideritanya ternyata bukan karena sakit jantung atau paru-paru melainkan karena masuk angin biasa saja. Kakek ini geleng kepala karena kagum pada dokter yang hanya dengan melihat mata, lidah dan tangannya langsung tahu penyakitnya. Dokter tak memberi obat, cuma menyarankan supaya tidur dan makannya teratur.
Dua minggu berlalu, kakek inipun sehat kembali. Kembalilah ia bertugas dinas di pasar buah untuk menjual mangga bermacam mangga. Menjelang sore ternyata dokter yang menasehatinya itu datang ke pasar buah dan menyapanya: "hei, sudah sehat kek? Jualan mangga di sini?" Kakek itu tersenyum mengangguk. Pak dokter rupanya sedang mencari mangga yang sesuai dengan seleranya. Berdialoglah dia dengan kakek ini tentang macam dan rasa mangga.
Setelah lama berdialog tentang mangga, ternyata pak dokter tidak jadi membeli, dan kemudian beranjak pergi. Sang kakek menghentikan langkah dokter itu dan berkata: "Dokter, maaf, dokter belum bayar. Bayar dulu, baru pergi." Pak dokter kaget dan menjawab: "Lho, saya kan tidak beli?" Dengan senyum kakek itu berkata: "Dua minggu lalu saya tidak disuntik dan tidak diberi obat oleh bapak, hanya ngobrol kan, tapi kan disuruh bayar 75 ribu. Biar adil, bapak harus bayar juga untuk ngobrol-ngobrolnya dengan saya. 20 ribu saja."
Sahabat dan saudaraku, mungkin kakek itu tak paham harga profesionalisme, tapi menarik kisah ini direnungkan bukan? Yang berprofesi dokter jangan tersinggung ya. Profesionalisme di bidang lain juga punya harga kok. Kata yang profesional: "Inilah bedanya orang yang berilmu dengan yang tak berilmu. Pengangkat batu sungai hanya dibayar 50 ribu satu hari sementara pengangkat batu ginjal dibayar 5 juta satu jam." Salam, AIM@Pondok Pesantren Kota Alif Laam Miim Surabaya