Kemaren sore di kajian sore pondok kami ada sesuatu yang agak berbeda, yakni datangnya seorang penganut Ahmadiyah yang ingin berdebat hanya dengan saya, tidak dengan mereka yang mengaji di pondok kami. Keyakinannya adalah bahwa ada nabi setelah Nabi Muhammad, yaitu Mirza Ghulam Ahmad. Lebih dari itu dia berkeyakinan bahwa Nabi Isa sudah wafat.
Diskusi menjadi mengheboh ketika ketahuan dia tak begitu paham al-Qur'an dan tidak bisa bahasa Arab sama sekali. Semuanya hanya dari hafalan ayat sepotong-potong yang ditafsirkannya dengan gaya muter-muter demi membenarkan keyakinan yang dianutnya. Beberapa santri menjadi jengkel ketika tetap ngeyel walaupun tanpa dalil yang jelas dan ketika akhirnya mengaku bahwa dia adalah penganut Ahmadiyah. Sebelumnya tak mengenalkan diri.
Menurut saya dia adalah korban dari bacaan-bacaan keagamaan yang tidak pas dan tidak otoritatif dalam kacamata proses belajar agama. Rujukannya hanya satu buku kecil berbahasa Indonesia tentang ajaran Ahmadiyah itu yang keudian dijadikan andalannya berdebat.
Pelajaran berharga yang didapat adalah bahwa perlu sekali kita hati-hati dan perhatian betul pada buku bacaan kita dan anak-anak kita. Bahan bacaan atau referensi sungguh sangat besar pengaruhnya pada perkembangan pemahaman agama kita, terutama yang awam dan pemula. Konsultasikan dulu kepada guru kita yang kita yakini alim sebelum sebuah buku aga diputuskan sebagai pegangan studi agama. Salam, AIM@KajianSubuh_on Syi'ah di Grand City Sidoarjo