Pencerah Hati

Pencerah Hati 12 Februari 2017 08:00

  • Minggu, 12 Februari 2017 08:00:00
  • Ahmad Imam Mawardi

Penyakit Kronis: Tahu Tapi Tak Berbuat

Ibnu Qayyim berkisah bahwa ada seorang budak wanita meninggal dunia karena wabah penyakit. Ayahnya bermimpi bertemu dengannya dan bertanya kepadanya: "Puteriku, kabarkan kepadaku tentang akhirat." Mimpi itu biasanya sangat dipengaruhi oleh keadaan, rasa, dan keinginan terpendam sang pemimpi. Ayah dalam kisah ini bisa ditafsirkan sebagai seorang yang merindukan puterinya dan penasaran akan alam akhirat.

Dalam mimpinya itu, sang puteri menjawab: "Ayah, kita menghadapi hal besar, yakni kita sudah banyak tahu sesuatu tapi kita tidak mengamalkannya. Demi Allah, satu tasbih dan satu rakaat dalam lembaran catatan amalku lebih aku cintai dibandingkan dunia dan seisinya." Ternyata hakikat nilai amalan ibadah sekecil apapun itu nilainya lebih tinggi dibandingkan dunia seisinya. Sayangnya, kita tahu itu tapi kita tidak mengamalkannya.

Keindahan dan kenikmatan yang dijanjikan dunia ternyata berhasil menutup mata hati kita. Nilai kehidupan akhirnya hanya didasarkan pada terangnya pandangan mata kepala, bukan pada beningnya mata hati. Urusan hidup pasca kematian tak terlihat oleh mata, karenanya tak pernah diperhatikan. Astaghfirullah.

Kita tahu bahwa dzikir itu mententeramkan hati, namun kita lupa melakukannya. Maka kita galau dan gelisah. Kita tahu bahwa menjenguk orang sakit dan takziyah orang meninggal adalah melembutkan hati, namun tidak dilaksanakan. Maka hati kita kasar dan keras sekeras batu gunung. Kita tahu bahwa membantu orang lain akan menjadikan kita ditolong Allah, tapi kita tidak mengamalkannya. Maka kita kalangkabut sendiri dan selalu bertemu tembok penghalang.

Ya. Ini adalah penyakit kronis yang menimpa banyak manusia. Tahu tapi tak berbuat. Sudah tahu bahwa nge-like atau komentar akan status orang lain itu membahagiakan. Inipun tak dilakukan. Hmmm. Salam, AIM