Tiga pencuri itu terjebak di lantai paling atas, lantai 13. Sementara polisi mulai naik sampai ke lantai 12. Dalam kebingungannya, seorang pencuri usul agar mereka bersama-sama melompat ke bawah dan meninggalkan brankas uang yang dicurinya. Dua pencuri lainnya menolak dan berkata: "Aapaa, loncat? Kamu tahu ini lantai berapa hah? Lantai 13."
Pencuri sang pengusul geleng kepala sambil berkata: "Hari gini masih percaya angka 13 sebagai angka sial? Sial itu kalau ketangkap. Ayo lompat, jangan mikir lagi. Angka 13 bukan angka sial. Percaya angka sial itu bid'ah." Tiba-tiba ketiganya lompat dari lantai 13 itu. Ternyata ketiganya lolos dari sergapan polisi, namun tidak lolos dari tangkapan malaikat maut. Ya, mereka mati.
Para pembaca yang saya muliakan. Ternyata mencari selamat itu membutuhkan ilmu. Keyakinan tanpa didukung pengetahuan itu berbahaya, mendekatkan pada salah jalan. Itulah alasan mengapa kita diwajibkan mencari ilmu dan terus memohon tambahan ilmi kepada Allah. Satu-satunya doa meminta tambahan dalam al-Qur'an adalah doa meminta tambahan ilmu. (Rabby zidnii 'ilma)
Mencari ilmu, menurut kisah nabi Musa dan nabi Khidir dalam surat al-Kahfi, memerlukan niat yang teguh serta usaha yang tak mengenal capek. Lalu bagaimanakah dengan niat dan usaha kita dalam mencari ilmu? Ketika doa pertambahan yang selalu kita mohonkan hanyalah masalah dunia saja dan tak pernah meminta pertambahan ilmu maka sesungguhnya kita telah melupakan pesan al-Qur'an yang saya sebutkan tadi. Lalu, yakinkah kita menggapai bahagia dengan meninggalkan al-Qur'an?
Sekarang waktunya bertanya kepada diri kita sendiri, kapankah kita terakhir kali mencari ilmu, kepada siapakah belajar ilmu dan bagaimanakah cara kita mendapatkan ilmu? Orang lama serius sekali mempertanyakan pertanyaan ini, orang kini serius sekali melpakan pertanyaan itu. Salam, AIM@Ponpes Kota Alif Laam Miim Surabaya