Di era informasi dengan teknologi informasi yang begitu bebas terbuka ini, menjadi "wartawan" dalam makna pewarta berita atau pemberita fakta ternyata sangatlah mudah, yakni cukup memiliki HP berkamera dan koneksi internet. Tabrakan maut di jalan tol yang belum tertayangkan di TV dan belum termuat di koran sudah bisa kita ketahui lengkap dengan gambarnya melalui FB, twitter dan sejenisnya. Banyak yang menduga bahwa TV dan koran sangat mungkin bermasa depan buram jika tak melakukan quantum inovatif dalam banyak sisi.
Lihatlah betapa telepon rumah dan telepon kantor yang dulu sangat favorite dan menjadi simbol rumah kekayaan dan kegayaan sudah digilas dan dilibas oleh mobile phone yang lebih efektif dan efisien. Telpon rumah sudah jarang yang memakai karena tak bisa dibawa pergi kemana-mana. Lihatlah kantor ticketing travel yang sudah mulai "dagdigdug" karena hadirnya situs traveloka yang menjanjikan tiket termurah dan tercepat proses jual belinya. Lihatlah toko konvensional yang sudah mulai tergeser oleh toko online yang tak meniscayakan orang keluar rumah menyusuri jalan yang semakin memacet.
Dunia pendidikan bukanlah sebuah eksepsi. Bukan tidak mungkin online education, online training, online class dan online discussion akan segera menggantikan pendidikan konvensional yang mengharuskan semuanya serba tulis tangan, kehadiran fisik, dan kuliah bersama di suatu tempat. Lihatlah tanda-tanda peralihan ini melalui tumbuh berkembangnya jurnal elektronik, perpustakaan elektronik dan group kajian elektronik pula.
Dunia pengajian juga bukan sebuah pengecualian. Lihatlah kemunculan pesantren virtual, pengajian youtube, konsultasi keagamaan online dan semacamnya. Para kiai, para ustadz dan para muballigh ada banyak sekali yang sudah memanfaatkan jasa internet untuk menyebar luaskan Islam. Ada pula yang menggunakan internet sebagai iklan diri saja,menawarkan diri dan menthabiskan diri sebagai yang paling lucu, paling kocak dan paling cerdas. Cek saja di youtube dan google,