Sahabatku, saudaraku, pembaca setia statusku, tidak semua hari yang saya lalui penuh kelucuan seperti yang diduga banyak komentator dalam komentarnya pada status saya "kok selalu ketemu yang lucu ya?" Kadang ada yang seram, yang menyedihkan, mengharukan dan bahkan membuat saya menangis. Kumpulan dari semuanya itulah yang bernama kehiidupan. Kita jalani saja.
Sepulang dari kampus beberapa hari selalu saya sempatkan datang ke sebuah supermarket besar untuk membeli sekedar roti, buah-buahan, sayuran dan minuman untuk memanjakan isteri. Sudah sekitar satu tahunan saya tidak masuk supermarket Indonesia. Karena asyik belanja maka banyak dan berat juga bawaan saya. Saya renungkan hikmahnya "siapa yang terlalu banyak belanja di dunia, maka beratlah bawaannya ke akhirat dan lama pula perhitungannya di "kasir akhirat."
Setelah melalui saat perhitungan di kasir supermarket itu, begitu kaget saya ketika masih harus membayar plastik yang akan digunakan sebagai kantong barang, Rp. 200 perplastik. Tertulis tujuan: demi mengurangi penggunaan plastik dan uangnya untuk CSR (yang belum paham CSR bisa google ya, corporate social responsibility). Saya tidak mau bayar plastik itu karena saya tidak mau beli plastik. Saya bilang adalah tugas toko menyediakan tas selain plastik. Akhirnya barang belanjaan saya dimasukkan kardus. Resikonya disuruh mikul sendiri. Hehehe, pengalaman lucu apa ngenes ini ya?
Saya cuma heran mengapa dibebankan kepada konsumen sementara produsen bebas membungkus produknya dengan plastik yang katanya sulit diurai alam? Mengapa bukan toko yang menyediakan tas non plastik sebagaimana dulu menyediakan tas plastik? Kalau niat mengurangi penggunaan plastik, larang saja semuanya dan ganti dengan yang bukan plastik. Itu baru adil. Aturan yang ada sekarang ini sangat mudah ditafsirkan sebagai pungutan liar pada rakyat yang dilegalkan.
Membuat aturan harus ramah lingkungan juga; benar, cerdas dan tak memberatkan rakyat. "Kesalahan paling fatal adalah kesalahan yang dile