Tadi pagi saya diundang STKIP Sumenep, salah satu perguruan tinggi tertua di kabupaten Sumenep, sebagai motivator untuk memberikan motivasi siswa-siswi SMA dan yang sederajat yang akan mengikuti Ujian Akhir Nasional dalam waktu dekat ini. Walaupun UNAS tak lagi menjadi penentu kelulusan siswa, namun UNAS masih saja menjadi sesuatu yang ditakuti, dikhawatirkan dan digelisahkan seakan UNAS adalah singkatan ujian nasib yang menentukan sukses bahagianya masa depan.
"Saya tak peduli Anda itu anak siapa, berasal dari mana dan dari keluarga seperti apa, namun yang jelas Anda adalah orang yang berhak mendapatkan kesuksesan dan kebahagiaan. Sehari semalam Anda sama 24 jam dengan sehari semalam orang lain. Udara yang Anda hirup juga sama dengan yang dihiRup orang lain dan dengan proses menghirup yang sama. Lalu alasan apa yang bisa dijadikan pembenar Anda gagal dan menderita?" itu adalah satu satu potongan kalimat yang saya sampaikan. Lalu saya ceritakan beberapa kisah orang-orang kecil yang menjadi besar, orang biasa yang menjadi luar biasa.
Selesai acara, ketua STKIP bercerita bahwa beliau adalah mantan petugas kebersihan di Tunjungan Plaza selama 10 tahun. Kepala Dinas pendidikan pun berbagi cerita bahwa beliau adalah pembajak sawah handal ketika masa mudanya. Saya pun bercerita bahwa saya adalah mantan pedagang es lilin dan mercon kala kecil dulu. Saya yakin di antara pembaca memiliki kisah masa lalu yang tak kalah berhikmah jika dikisahkan.
Ketika sampai di hotel transit, saya berbagi cerita -cerita itu dengan seorang kakek berkopiah putih dan bersarung hitam yang kebetulan duduk menunggu seseorang dengan harapan ada hikmah untuk pendidikan anak cucunya. Beliau tersenyum dan mengenalkan diri: "Nama saya Syakur, pekerjaan turun menurun adalah tukang cukur. Tapi alhamdulillah anak-anak saya sukses, satu di UGM, satunya di Universitas Brawijaya." Saya geleng kepa kagum sambil bertanya: "Jadi dosen?" Beliau menjawab: "Jadi tukang cukur juga, pekerjaan turun temurun."
Sayapun tertawa dan menganggapnya sebagai guyonan siang saja. Tiba-tiba beliau melanjutkan cerita: "Tapi pekerjaan tukang cukur sebagai tukang cukur terhenti sampai anak saya saja. Cucu saya saat ini ada yang jadi dosen dan ada yang aktif di politik. Pendidikan memang penting." Selamat kepada STKIP Sumenep, semoga sukses selalu. Salam, AIM@Suramadu