PERBEDAAN "BICARA DENGAN" DAN "BICARA TENTANG"
"Persoalan hidup dengan orang lain itu akan lebih cepat selesai jika kita mau berbicara dengan orang lain itu dan akan semakin membesar jika kita semakin semangat membicarakan orang lain itu." Demikian kata seorang kakek yang dalam tulisan saya ini bukan merupakan orang lain lagi. Kakek yang satu ini sering kali muncul dalam status-status saya karena beliau memang seringkali hadir saat-saat genting.
Yang disampaikan kakek itu sesungguhnya mirip yang disampaikan nenek, istri kakek, pada suatu hari saat menukil dawuh para ulama: "Menyebut nama Khaliq adalah obat, menyebut nama makhluq adalah penyakit." Kalimatnya pendek dan singkat, namun panjang dan luas makna. Kalaulah kita harus berbincara tentang makhluk, tentang orang lain, bicarakan saja yang baik dan indah untuk menjadi inspirasi, bukan yang sebaliknya yang membuat emosi dan menguras energi.
Kakek dan nenek ini kelihatan akur sekali, sumringah menjalani hidup dalam kesederhanaannya, tepatnya dalam segala keterbatasan fasilitas hidupnya. Ternyata rahasianya hanya satu, yakni tak suka menceritakan orang lain. Mereka berdua selalu saja bercerita tentang risalah cinta mereka sendiri yang senantiasa dibungkus dengan doa semua bertaut selalu dengan cintanya Allah. Kalaupun berkisah tentang orang lain, pastilah kakek nenek ini memilih tokoh ulama sebagai obyek pembicaraan. Dahsyat, bukan?
Mesra sekali kakek nenek ini dalam kesederhanaan kesehariannya. Suatu waktu mereka membeli sepiring nasi di sebuah warung. Si kakek dengan tersenyum melihat si nenek makan duluan. Pemilik warung menawarkan satu sendok lagi biar si kakek bisa semakin mesra makan bersama. Kakek itu cuma tersenyum dan berkata: "Tidak usah. Terima kasih. Biar sendoknya gantian saja dengan yang pakai nenek, toh gigi palsu saya juga masih dipakai dia, gantian." Luar biasa, gigi palsu pun satu untuk berdua. Salam, AIM@Jakarta