PERTANYAAN TAK DIDUGA DARI SANTRI KAMPUNG
Semalam, seorang profesor muda datang ke pondok kami dengan membawa senyuman khas dan kesantunannya. Perbincangan kami santai dan ringan sekali, tentang bagaimana kita hidup bisa membantu banyak orang untuk bahagia. Ada banyak hal yang telah kami kerjakan dan akan terus kami kerjakan. Prinsip dasarnya adalah bekerja melayani banyak orang untuk menjadi baik, benar dan bahagia. Kami berkolaborasi sampai kini.
Setelah beliau pulang bersama tamu yang lain, ada seorang santri dari kampung pedalaman bertanya: "Mengapa orang kaya kok masih mencuri dan korupsi hak milik orang lain, termasuk milik rakyat miskin?" Kalau pertanyaannya "mengapa orang miskin mencuri?" itu biasa, bukan? Saya tidak langsung menjawab. Saya tercengang ada santri kampung membawa kualitas pertanyaan yang berat. Saya sampaikan bahwa jawabannya akan saya tuliskan di tulisan status saya. Berikut adalah jawaban ringkasnya.
Ada jenis orang yang mencuri bukan karena dia tidak punya sesuatu atau bukan karena membutuhkan sesuatu itu. Kebutuhannya sesungguhnya telah terpenuhi. Orang kaya yang masih mencuri dan pejabat bergaji tinggi yang melakukan korupsi itu bukan karena kekurangan makan dan minum melainkan karena kegelisahan batinnya, kegalauannya, ketakutannya tentang masa kini dan masa depannya yang lebih besar dibadingkan dengan kebutuhannya. Perutnya hanya butuh sepiring nasi, badannya hanya butuh sehelai kain, namun nafsu dan ketakutannya menjadikannya merasa membutuhkan lebih dari itu. Karena ini pulalah mereka itu juga menjadi bakhil.
Mereka salah duga dengan mengira bahwa bahagia itu ada pada kepemilikannya akan sesuatu. Padahal sesuatu yang dimiliknya kini pasti pada waktunya lepas dan pindah tangan entah kepada siapa. Ke alam kubur hanya membawa kain kafan saja. Mereka lupa bahwa tak dijumpai dalam sejarah ada orang yang dengan kekayaannya bisa membeli surga tanpa menggunakan kekayaannya itu di jalan yang dianjurkan oleh Allah.
Adakah orang yang mengenang dan mendoakan kebaikan untuk Qarun yang kaya raya namun memusuhi Nabi? Adakah orang yang mengenang dan mendoakan kebaikan untuk Fir'aun, Namrud dan orang kuasa serta kaya yang dzalim? Jawabannya pasti adalah "tidak." Lalu bagaimana dengan kita? Tak inginkah kita dikenang dan selalu didoakan kebaikan walau kita telah meninggal kelak? Kalau jawabannya "iya," maka bagaimana caranya?
Cara termudah adalah dengan berbagi bahagia, bersikap ramah serta senang membantu orang lain. Bahagiakan orang lain. Ini tak akan mengurangi kebahagiaan kita, justru kita akan semakin bertambah bahagia. Begitulah kitab suci mengajarkan, begitulah Rasulullah mengajarkan.
Belajarlah untuk selalu menyadari batas kebutuhan kita, bukan keinginan kita. Ada kelebihan? Berbagilah, semua akan berbuah lebih lebat dan membahagiakan. Salam, A. I. Mawardi
NB: Sekedar mengingatkan, kita masuk 10 hati terakhir bulan Ramadlan, jangan lupa ZAKAT, INFAQ DAN SHADAQAH