SENI MENJALANI HIDUP DENGAN BAHAGIA HATI
Saat mata ini tertuju pada ayat berikut ini, saya merenung dan tak melanjutkan bacaan pada ayat selanjutnya. Ada pesan ang sangat dahsyat di balik ayat ini:
وَيَوْمَ نُسَيِّرُ الْجِبَالَ وَ تَرَى الْاَرْضَ بَارِزَةً ۙ وَّحَشَرْنٰهُمْ فَلَمْ نُغَادِرْ مِنْهُمْ اَحَدًا ۚ
"Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Kami perjalankan gunung-gunung dan engkau akan melihat bumi itu rata dan Kami kumpulkan mereka (seluruh manusia), dan tidak Kami tinggalkan seorang pun dari mereka."
(QS. Al-Kahf 18: Ayat 47)
Cobalah fokus pada potongan ayat "Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Kami perjalankan gunung-gunung." Begitu kuasanya Allah dan begitu mudahnya bagi Allah memperjalankan dan memindahkan gunung. Apakah Allah tak kuasa menghilangkan kesedihan dan derita kita yang sesungguhnya tak seberat gunung? Sungguh ayat ini mengandung pesan dahsyat agar kita tak putus asa. Selama kembali dan bergantung kepada Allah, semua akan mudah.
Teringatlah saya pada dawuh Syekh Muhamad Mutawalli Sya'rawi yang alim itu. Beliau berkata: "Jika engkau ridla kepada Allah, semua ujian akan terasa kecil dan mengecil, sementara rahmat Allah semakin besar dan membesar." Karena itu, jangan membiasakan membesar-besarkan masalah agar masalah itu tak manja dan semakin membesar. Besarkan saja Allah dan berkatalah dengan lantang di hadapan masalah: "Aku punya Tuhan Yang Mahabesar, jadi sebesar apapun engkau, engkau adalah kecil karena aku bersama Tuhanku."
Pertanyaannya adalah apakah kita membesarkan Allah? Sesering apakah kita membesarkan Allah? Seringkah kita membesarkan diri atau membesarkan selain Allah? Jawaban atas pertanyaan ini sungguh menentukan jawaban atas pertanyaan "layakkah kita bahagia?" Salam, AIM