Pencerah Hati

SOWAN (KEMBALI) KE RUMAH SANG GURU - 10 April 2021 17:28

  • Sabtu, 10 April 2021 17:28:30
  • Ahmad Imam Mawardi

SOWAN (KEMBALI) KE RUMAH SANG GURU

Hari ini saya memaksakan diri hadir ke sebuah pondok pesantren di sebuah perkampungan di Malang. Biasanya, dengan kondisi seperti saat ini, saya tak hadir secara fisik melainkan melalui jaringan online. Entah mengapa ada dorongan batin untuk berangkat langsung. Tibalah saya di rumah sang kiai pengasuh. Terlihat di dinding ruang tamu sederet foto tokoh. Foto kiai saya, K.H.R. As'ad Syamsul Arifin sang pahlawan nasional asal Situbondo ada di sana. Foto Gus Miek dan beberapa tokoh katismatik lainnya juga di situ. Akhirnya saya juga mendapati foto Gus Nur Salim yang terkenal keramat itu.

Beberapa kali dulu saya sowan ke Gus Nur Salim, ikut pengajiannya dan diberikan "sesuatu" khusus oleh beliau sebelum saya berangkat studi ke Kanada. Beliaulah yang memilihkan saya ke mana saya akan studi, apakah ke Inggris, Australia, Amerika atau Kanada. Tak mudah bertemu dengan beliau, harus antri panjang dan menunggu panggilan. Keramat sekali, dalam pandangan saya. Betapa kagetnya saya saat sang kiai pengasuh kini, Kiai Zaki, mengenalkan diri sebagai putera Gus Nur Salim yang ditunjuk beliau melanjutkan pondok. Alhamdulillah, ternyata hari ini saya ditakdirkan sowan kembali ke rumah bersejarah.

Ada banyak kisah di sini, saya tak mungkin lupa dan melupakan. Kalaulah saya ceritakan, tak semua orang akan percaya. Pengalaman keberagamaan memang bersifat privat atau personal. Tak perlu semua orang setuju dengan apa yang saya alami. Pengajian Gus Nur Salim diikuti puluhan ribu orang. Dilaksanakan pada malam Ahad Pon. Bapak mertua saya yang mengenalkan saya pada beliau dengan ikut pengajian yang biasanya berlangsung semalam suntuk itu. Sepertinya, inilah salah satu penyebab adanya pengajian Malam Jum'at Legi (manis) di pondok saya yang dihadiri sekitar 6000an jamaah itu.

Sowan saya kali ini sebenarnya adalah undangan untuk memberikan pembinaan para dosen IAI Sunan Kalijogo yang didirikan pondok ini. Acara berlangsung gayeng karena ternyata saya adalah murid Gus Nur Salim juga. Saya banyak bicara tentang bagaimana mengajar yang baik di era yang penuh dengan perubahan dan kemajuan teknologi ini. Tentang ini, gak ada masalah. Sudah sering saya bicara. Yang paling menarik adalah bahwa di akhir acara, jas yang saya pakai disuruh lepas oleh sang kiai, lalu dipakaikan kepada saya baju seragam banser lengkap dengan nama saya.

Bagi saya, pemberian kiai pasti memiliki makna. Saya menduga-duga maknanya. Yang jelas, saya senang dan bahagia. Semoga maju terus dan bertambah manfaat barokah untuk bangsa. Sebagai santri, kami siap berdiri di belakang para alim ulama. Salam, A. I. Mawardi