Ceramah

SUDAHKAN ANDA BAHAGIA?

  • Jumat, 10 Nopember 2017 15:00:22
  • Ahmad Imam Mawardi

Limpahan syukur layak dihaturkan kepada Allah SWT. sebab kita diberi kesempatan dan kemauan. Kesempatan karena kita sehat sehingga berkemauan untuk menjalankan perintahNya, yakni sholat Juma’t di Masjid Raya Ulul Albab. Tidak sedikit orang sehat, tapi tidak ditakdirkan memiliki kemauan hingga tidak hadir dalam forum yang mulia ini.

Dalam kehidupan, semua orang mendambakan kebahagian. Untuk mencapainya, tidak sedikit orang siang dan malam bekerja, bahkan ada sebagian bekerja tidak kenal waktu. Ketika ditanya, apa yang anda inginkan dari proses ini. Pastinya, jawaban dia ingin memperoleh kebahagiaan hidup. Lantas, benarkah melimpahnya harta memastikan orang selalu bahagia?. Belum tentu juga. Karenanya ada lima prinsip agar seseorang itu memperoleh kebahagian.

Pertama, Cinta (love, mahabbah). Orang yang tidak memiliki rasa cinta dipastikan tidak bahagia, sekalipun hartanya melimpah. Karenanya, muslim yang sering menyebarkan kebencian kepada orang lain dipastikan ia tidak akan bahagia. Mengapa? Sebab tindakannya dipandang bertentangan dengan nilai-nilai kenabian yang mengajarkan tentang pentingnya cinta kepada orang lain. Bahkan cinta –bukan kebencian—telah menjadi jalan kualitas iman seseorang dikatakan sempurna (la yukminu ahadukum hatta yuhibba li akhihi ma yuhibbu linafsihi).

Maka, hindari menebarkan kebencian sebab efeknya juga akan menimpa kepada anda. Jangan menyakiti orang lain, bila anda tidak mau disakiti. Cinta akan melahirkan pecinta dicintai yang dicintai. Begitu juga benci menjadi jalan pula, anda dibenci orang lain. Kalau ini terus terjadi, maka kebencian itu yang menjadi sebab anda tidak bahagia sebab banyak pihak tidak suka berkomunikasi dan berjejaring dengan anda.

Kedua. Kebahagiaan diukur dengan hati, bukan semata-semata melimpahnya harta. Banyak orang ya

ng kaya masih merasa belum puas dan tidak bahagia hidupnya. Dan tidak sedikit orang yang kekayaannya pas-pasan, tapi kesederhanaan hidup mereka tetap menjadi jalan merasakan tenang dan bahagia. Mengapa terjadi, sebab orang yang kaya melimpah, sementara hatinya mati menjadi jalan ia selalu merasa berkurang, terlebih kurang mensyukuri keadaan. Kondisi ini yang kemudian si-kaya selalu gundah dan merasa ketakutan hingga menjadi sebab ia selalu bertindak onar dengan kekayaannya.

Fakta yang tidak bisa terbantahkan, banyaknya perceraian suami istri di kota-kota besar, bukan –satu-satunya—disebabkan karena problem ekonomi. Lebih banyak adalah problem rapuhnya hati dalam memaknai kehidupan. Kekayaan yang melimpah terkadang menjadi pemicu pertengkaran hingga cerai antara keduanya. Sementara hati yang bersinar, terkadang menjadi jalan pasangan suami istri bisa harmoni sepanjang zaman, sekalipun dalam ekonomi pas-pasan. Maka, jagalah hati, jika ingin bahagia.

Ketiga, memiliki –serta menjaga—koneksi dengan orang lain. Semakin kita banyak koneksi yang baik dipastikan semakin mengantarkan kita bahagia. Maka rawatlah hubungan dengan orang lain sebaik-baiknya, setidaknya menjadilah manusia terbaik untuk terus memberikan kemanfaatan kepada orang lain (khoirunnas anfauhum linnas). Karenanya, mereka yang tidak memiliki koneksi dengan orang lain yang baik, dipastikan mengalami kesulitan dalam hidup, untuk tidak mengatakan tidak bahagia.

Hanya saja, jangan pernah lupa merawat koneksi dengan Allah SWT setiap saat. Mereka yang senantiasa berkoneksi dengan Allah selalu memberikan pelayanan kepada orang lain dengan kemanfaatan, bukan kemudharatan. Orang-orang seperti ini, cukup nampak wajahnya menggambarkan kebahagiaan sekaligus keteduan. Cukuplah contoh pada kiai-kiai sepuh (misalnya, KH. Maimun Zubair, KH. Musthofa Bisri, dan Habib Lutfi), yang kedekatan kepada Allah selalu diwujudkan untuk senantiasa memberikan pelayanan kepada umat. Sekalipun saya (khotib) jarang bertemu dengan beliau-beliau, tapi dilihat dari raut wajahnya beliau-beliau adalah orang-orang yang bahagia, sekaligus memberikan kebahagian dan keteguhan pada umat.

Keempat, bahagia pasti diawali dari kesulitan. Ketika kita tertimpa kesulitan dan musibah dalam hidup, maka hindari larut dalam kesedihan. Bangkitlah, dan yakinlah tidak ada ceritanya orang hidup selalu dalam kesulitan dan tertimpa musibah. Kekuatan membangun potensi diri menjadi jalan sukses menuju kebahagiaan seseorang, sekalipun musibah datang bertubi-tubi.

Filosofi seruling layak direnungkan. Seruling lebih bersabar dilobangi atau “disakiti”, tapi akibatnya seruling mampu membahagiakan banyak orang, ketika ia mampu mengeluarkan suara indah dan lembut didengar. Berbeda dengan yang lain, sekalipun sama-sama dari dari bambu, hingga akhirnya ada yang menjadi bahan bakar dan lain-lain. Maka, kesulitan dan musibah harus dihadapi dengan hati yang kuat untuk terus membangun potensi diri, sembari mendekat kepada sang penggerak sejati, Allah SWT.

Kelima. Dalam hidup harus ada tantangan. Banyak cerita orang-orang besar sukses dan bahagia, karena mereka mampu menjadikan tantangan itu sebagai potensi; potensi untuk bangkit dan berubah menuju yang terbaik. Jangan mudah putus asa dalam keadaan. Yakinlah, banyak jalan keluar dari hambatan. Dan pelajari tantangan itu sebagai jalan agar kita belajar dalam setiap proses.

Karenanya, untuk lepas dari tantangan itu, seseorang harus memiliki semangat dari diri sendiri. Hati terluka, ketika mendapat tantangan dalam hidup, sejatinya –harus diyakini-- sebagai modal bahwa kebahagiaan itu akan hadir seiring dengan hadirnya cara Ilahi untuk menunjukkan kita kepada jalan terbaik, lepas dari tantangan itu. Dan tidak sedikit, kesadaran ini mengantarkan orang bahagia.

Akhirnya, semoga kita diberikan kekuatan dan kesabaran oleh Allah untuk mengisi hati ini dengan cahaya-Nya sehingga semua aktivitas yang kita lakukan berujung pada pencapaian kebahagiaan hakiki, baik di dunia maupun di akhirat. Karenanya, berharap kepada Allah kita hidup dalam semangat “dikumpulkan bersama ulama dan hidup bergaul dengan para ahli hikmah” sebagaimana dalam ungkapan: جَالِسِ اْلعُلَمَاءَ وَخَالِطِ اْلحُكَمَاءَ.  Bergaul dengan beliau-beliau, hati ini terus bersinar hingga dimudahkan oleh-Nya menapaki jalan kebahagian. Amin.

Intisari Khotbah Jumat, 10 November 2017 di Masjid Raya Ulul Albab UIN Sunan Ampel Surabaya oleh: Dr. Ahmad Imam Mawardi, MA (Pengasuh Pondok Pesantren Kota Alim Lam Mim Surabaya)