TERHARU PADA SEORANG BAPAK DI HARI WISUDA ANAKNYA
Saat wisuda tengah berlangsung, seorang bapak keluar ruangan wisuda menuju masjid kampus. Jalannya pelan sekali, beliau sudah sepuh. Sepertinya beliau dari desa pedalaman, itulah kesan saya dari pakaian yang dikenakannya. Beliau terus menunduk, saya kira sedang pusing, ternyata beliau menangis sepanjang jalan menuji masjid itu. Saya penasaran, saya ikuti beliau menuju masjid.
Di masjid beliau sujud syukur lama sekali. Terdengar isak tangisnya yang tiada henti. Beliaupun mengangat tangan sambil berdoa yang tak saya dengar suaranya. Setelah usai berdoa, saya mendekati beliau dan memeluk beliau sambil bertanya dari mana dan mengantarkan siapa ke kampus ini. Beliau ternyata menghadiri acara wisuda anak lanang satu-satunya. Beliau adalah mengumpul kayu hutan yang memiliki semangat menyekolahkan anaknya selagi beliau mampu membiayai. Istrinya sudah meninggal dunia, hidupnya benar-benar hanya berdua dengan anaknya yang diwisuda itu.
Saya bertanya bagaimana cara membiayai puteranya. Dijawabnya: "Allah kaya. Allah yang mengatur semua. Anak saya bekerja sebagai tukang becak di sela waktu kosongnya. Itu untuk biaya hidup di Surabaya." Saya tak kuasa menahan aliran air mata. Masih ada mahasiswa hebat seperti ini, tidak mengikuti trend hidup anak muda seusianya hang rata-rata manja dan jaim. Beliau bercerita sambil menangis tentang kesepakatan beliau dengan puteranya ini tentang masa depan mereka. Saya kagum dan salut tingkat tinggi pada bapak ini.
Saya bertanya apa cita-cita anaknya dan apa keinginan sang bapak tentang puteranya itu. Beliau menjawab singkat: "Anak saya selalu berkata bahwa cita-citanya cuma satu, yaitu melihat saya dan ibunya almarhumah tersenyum dunia akhirat. Sementara saya sendiri hanya ingin satu saja, yaitu anak saya tetap istiqamah menjaga hafalan qur'annya dan istiqamah selalu bersama para kiai." Kaget sekali saya mendengar puteranya hafal al-Qur'an 30 juz. Luar biasa.
Saudaraku dan sahabatku pembaca tulisan ringan ini. Tak kagumkah kita pada orang miskin ini? Dalam kemiskinannya sebagai pengumpul kayu bakar untuk hidup, beliau kokoh dalam cita-cita mulia. Wahai anak-anakku yang juga membaca tulisan ini, tak malukah pada mahasiswa putera bapak ini? Tak malu menjadi tukang becak sambil membawa identitas sebagai mahasiswa. Sungguh saya ingin mencium tangan mahasiswa ini sebagai tanda salut dan hormat saya. Terharu sekali dengan kisah hamba Allah yang hebat ini pada wisuda hari ini. Selamat ya bapak, selamat pula untuk putra bapak. Salam, AIM