BERKISAH TENTANG ULAMA UNTUK DIKENANG DAN DITELADANI
Semalam saya bertugas bercerita di sebuah pengajian di Bubutan Surabaya tentang peran ulama Nusantara dalam mengawal agama dan keberagamaan umat di Indoneaia. Ada banyak foto para masyayikh (kiai alim) di panggung acara. Seakan foto-foto itu berkata: "Kami ada di sini karena kami berbuat dengan tulus dan serius untuk agama, bangsa dan negara. Kalau kamu ingin dikenang baik dan didoakan kebaikan oleh orang-orang setelahmu, berbuatlah untuk agama, bangsa dan negara." Lama sekali saya merenung sebelum saya naik kursi memegang mikrofon.
Ulama-ulama semisal K. Hasyim Asy'ari, K. Wahab Hasbullah, K. As'ad Syamsul Arifin dan lainnya yang sangat banyak kalau harus saya sebut adalah orang-orang yang pikiran dan hatinya untuk ummat, untuk masyarakat. Semakin banyak orang yang dipikirkan dan dibimbing untuk menjadi bahagia maka semakin tinggi pangkat dan derajat orang itu. Semakin hanya fokus pada diri sendiri, apalagi juga hanya bab perut dan nafsu, maka semakin rendah hina orang itu.
Ulama-ulama yang saya kisahkan semalam, termasuk K. Khalil Bangkalan, Kiai Manap Lirboyo dan lainnya, adalah manusia-manusia pilihan yang nasehatnya selalu saja tentang bangkit dan bangunnya jiwa keberagamaan. Yang paling awal ditata adalah hati para santri dan masyarakat untuk menjaga keyakinan dan ketulusan diri. Keyakinan dan ketulusan diri ini menjadi kunvi kebahagiaan dan ketenangan jiwa.
Bahwa masalah duniawi juga dibahas dan diperhatikan adalah iya. Para ulama itu sering sekali menjadi konsultan penyelesai masalah ekonomi umat. Namun, coba saja baca kisah beliau-beliau itu. Semuanya diselesaikan berdasarkan ketentuan syariat dan diarahkan agar digunakan sesuai dengan apa yang Allah ridla. Kapan-kapan jika sudah bisa kopi darat langsung kita cerita dan ulas panjang lebar.
Ulama-ulama yang saya kisahkan semalam adalah ulama yang pikirannya lebih menekankan pada pembentukan generasi mendatang yang tangguh kepribadiannya, kuat imannya, kuat badannya dan besar manfaatnya. Ulama-ulama mulia itu tak hanya berpikur tentang bagaimana kini, tapi juga bagaimana nanti.
Mari kita satu barisan dengan oara alim ulama. Kalau tidak dengan para alim ulama, lalu kita hatus satu barisan dengan siapa dalam menghadap Allah? Ulama adalah pewaris para nabi. Salam, AIM