Dimana Cinta dan Penghormatan?
Saya terenyuh membaca tulisan sahabat saya dari Yaman tentang kehangatan kehidupan keluarga, sebuah hal yang tak banyak mendapatkan perhatian dalam keluarga supersibuk yang berlomba mencari kehangatan yang lain. Kehangatan yang lain yang saya maksud adalah hangatnya saku dan dompet dengan jejalan kertas bergambar bernama uang. Ada uang hubungan jadi hangat, tak ada uang hubungan menjadi beku.
Bagaimana isi tulisan sahabat itu? Dalam bahasa Indonesianya begini: "Wahai para bapak dan para suami, kalau kedatanganmu di rumahmu sepulang kerja tak disambut hangat oleh anak dan atau istrimu, janganlah dianggap sebagai peristiwa remeh. Itu bukan masalah biasa. Itu tanda-tanda ada yang tak beres dengan hati para penghuni rumah." Membaca alinia pertama ini saja membuat kita bertanya kepada diri kita sendiri.
Kalimat berikutnya: "Kalau mereka tidak menyambutmu dengan bahagia karena mereka sibuk dengan game atau hape atau alat elektronik lainnya, maka sungguh adanya game, hape dan lainnya itu telah mencuri cinta dan penghormatan yang keberadaannya adalah sebuah keharusan dalam keluarga. Atur mereka atau singkirkan pencuri cinta dan penghormatan itu."
Dahsyat sekali pengamatan sahabat saya itu. Sepertinya banyak sekali kasus seperti itu. Kehidupan keluarga menjadi kering. Ini adalah tanda-tanda kematian pohon cinta. Tak ada lagi daun dan buah yang menaungi dan menyegarkan rasa semua anggota keluarga. Kalimat sahabat saya belum berakhir. Masih ada lanjutannya.
"Bisa jadi mereka tak menyambutmu karena engkau memang tak berbuat apa-apa untuk mereka. Adàmu adalah derita bagi mereka. Kalau begini kasusnya, cepatlah berubah sebelum segalanya terlambat. Tatalah rasa, tatalah akal, tatalah kata dan tatalah sikapmu." Sungguh tepat nasehat ini, bukan?
Masih ada kalumat berikutnya, untuk kaum ibu dan para isteri. Kalau ingat dan ada waktu, nanti akan disambung. Salam, AIM