Pencerah Hati

EVALUASI KEHIDUPAN SAMBIL BERKACA PADA SEJARAH - 06 Juli 2021 15:45

  • Selasa, 06 Juli 2021 15:45:29
  • Ahmad Imam Mawardi

EVALUASI KEHIDUPAN SAMBIL BERKACA PADA SEJARAH

Menjelang subuh saya duduk berdua dengan istri berbincang tentang peristiwa hidup yang terjadi hari kemaren dan semalam. Betapa manusia itu bermacam-macam karakter dan nasibnya. Ada manusia yang merasa besar sambil memandang selainnya sebagai kecil dan tidak penting. Ada manusia yang merasa dirinya sebagai orang kecil yang malu dan tak pantas duduk bersama banyak orang, sambil memandang selainnya sebagai orang hebat semua. Ada orang yang menganggap semua orang itu sama saja sebagai hamba Tuhan yang sama dan nanti kembali kepada Tuhan yang sama.

Kemaren saya bertemu dengan orang kaya sekali yang sangat hormat pada orang miskin. Pun ketemu dengan orang orang kaya, tidak pakai sekali, yang meremehkan banyak orang. Jangankan menyapa, ditatap dan dipanggil saja memalingkan muka, mlengos. Ah, manusia.

Kegagahan, kemuliaan dan kehormatan diri yang sesungguhnya itu tidaklah dicipta dengan rekayasa kesan dan tidaklah dengan menyifatan kita oleh kita sendiri. Kemuliaan dan kehormatan kita yang sejati itu lahir dari perasaan dan pandangan hati orang lain tentang kita. Siapa yang paling banyak membahagiakan dan memberikan manfaat kepada orang lain secara tulus maka dengan sendirinya akan mulia dan terhormat selamanya. Orang waras menilai kemuliaan memakai hati, bukan memakai mata dan telinga. Mata dan telinga sangat mungkin tertipu berkali-kali, tapi tidak dengan hati. Karena itu maka, jagalah hati kita dan jagalah hati orang lain.

Lalu kami berbincang tentang pertolongan Allah yang sering datang di luar nalar dan duga. Ada orang yang super miskin dahulu menjadi superkaya tiba-tiba. Suami istri menangis melihat keajaiban yang Allah berikan dalam hidupnya. Dulu terhina, kini mulia dipuja. Kok bisa? Sebentar. Nanti kita cerita lengkap kalau penasaran. Sementara itu, ada juga orang yang super kaya dahulu kini jatuh miskin luar biasa. Tidak mungkin menurut logika. Tapi ini nyata. Kisahnya juga agak panjang.

Ketika saya bertanya kapan fan karena apa hidupnya berubah drastis menjadi kaya mulia, beliau suami istri ini menjawab bahwa semua terjadi tiba-tiba dan tiada diduga setelah mereka memasrahkan hidupnya 100% kepada kehendak Allah. Hidupnya karena Allah, demi Allah dan untuk Allah. Sejak itulah Allah perjumpakan mereka dengan sebab-sebab yang mengantarkannya kini memiliki banyak kunci gudang rizki.

Lalu kami berkaca pada sejarah. Abdurrahman bin Auf menjadi sahabat terkaya yang dikejar-kejar rizki harta setelah beliau ikhlas karena Allah meninggalkan harta dan keluarganya di Mekah demi ikut hijrah Rasulullah ke Madinah. Angin ditundukkan kepada Nabi Sulaiman untuk membawa beliau kemana saja dan kapan saja beliau suka setelah Nabi Sulaiman menyembelih semua kuda yang melalaikan dirinya untuk shalat Ashar.

Korbankan semua untuk Allah dan karena Allah, maka Allah akan memberikan tambahan amanah kepada kita. Pertanyaannya adalah apa yang telah kita persembahkan dan korbankan untuk Allah dan agama Allah? Ataukah justru kita korbankan Allah dan agama Allah untuk urusan dunia? Berkacalah padacsejarah, jangan pada nafsu egoisme diri. Salam, Ahmad Imam Mawardi