HASIL MEMANCING SEMALAM ADALAH MUTIARA HIKMAH
Semalam kami jadi mancing ikan di sungai utara pondok kami di Sumenep Madura. Karena sungai tak seperti yang dulu lagi, tidak alami dan tidak selalu mengalir air sepanjang tahun, maka ikan-ikan tidak seperti jaman saya kecil dulu. Dulu, penduduk yang mau makan ikan, biasa mancing atau berburu ikan secara tradisional. Ikan tak habis-habis. Ketamakan manusia mengantarkan pada sistem penangkapan memakai obat dan strum listrik. Kebanyakan ikan terkapar dan mati dan tak beranak pinak lagi. Kini, akibat ulah manusia sendiri, sungai tak lagi bisa mempesembahkan yang terbaik.
Didampingi santri, Jumad san Fajar Sadino, kami mancing. Lama sekali tak dapat-dapat ikan. Ikannya sudah pintar-pintar, umpan dimakan dari pinggir, bukan langsung masuk mulut semua. Saat ditarik, ikan mampu melepaskan diri. Teringatlah saya pada dawuh orang tua: "Ikan yang kepancing itu pasti ikan yang sering buka mulut lebar-lebar. Karena itu, jadi manusia janganlah suka bicara panjang lebar. Mudah kejebak atau kepancing." Hmm, akhirnya dapat hikmah dari ilmu mancing.
Barakah mancing semalam, alhamdulillah "dapat" beberapa ikan gabus, disebut juga ikan kutuk, atau Qotoq dalam sebutan Maduranya. Fajar Sadino memang cerdas "memancing." Ikan gabus itu kami bawa ke Surabaya. Ini adalah ikan nikmat yang bergizi tinggi.
Sepulang dari pinggir sungai itu saya sempatkan membaca beberapa tulisan lepas di majalah berbahasa Arab. Ternyata ada sath kalimat yang berkaitan dengan ikan dan pancing yang menarik untuk direnungkan. Terjemahan dari kalimat itu afalah sebagai berikut: "Hubungan suami istri yang baik itu adalah bagai hubungan antara ikan dan air, bukan bagai hubungan antara ikan dan para pemancing." Paham maknanya bukan? Salam, AIM