KEMANA KITA ARAHKAN JALAN HIDUP ANAK KITA?
Semua orang tua ingin sekali anaknya lebih mujur dibandingkan dirinya. Mereka ingin anak-anaknya tumbuh menjadi anak yang sehat mental dan sehat jasmani, subur rizki dan mulia derajat. Untuk menuju keinginan inilah para orang tua berusaha keras mencarikan jalan terbaik untuk anak-anaknya. Besaran keinginan seperti itu tidaklah sama antara orang tua yang satu dan orang tua lainnya. Indikator sukses bahagianya anak juga berbeda dalam pikiran masing-masing orag tua.
Ada orang tua yang berkeyakinan bahwa kemujuran anaknya ditentukan oleh mudah tidaknya sang anak mendapatkan pekerjaan. Orang tua semacam ini akan mengarahkan pendidikan dan pelatihan anaknya pada penguasaan skill kerja, keahlian kerja lapangan. Ada pula orang tua yang berkeyakinan bahwa kemujuran anaknya ditentukan oleh banyak tidaknya uang yang dikumpulkan anaknya. Orang tua macam ini akan cederung mengarahkan anaknya memanfaatkan semua potensi yang dimiliki untuk mendapatkan uang.
Ada pula orang tua yang berkeyakinan bahwa kemujuran dan kebahagiaan anak itu ada pada keyakinan, keimanan dan keberagamaan sang anak. Orang tua semacam ini sibuk sekali sedari awal mendoakan anaknya menjadi manusia yang shalih shalihah, yang beriman kepada Allah dan RasulNya serta hari akhirat. Orang tua semacam ini senantiasa meneteskan air mata menitipkan anak-anaknya kepada Allah dan mendidik anak-anaknya untuk istiqamah menjalani hidup dalam keyakinan dan keimanan.
Manusia-manusia pilihan yang diabadikan dalam sejarah memberikan teladan kepada kita betapa pelajaran iman, pelajaran agama, pelajaran bertuhan, menjadi pelajaran terpenting yang wajib ditanamkan pertama kali ke dalam relung hati anaknya. Mengapa? Karena Allahlah yang berjanji bahwa mereka yang beriman dan istiwamah dalam keimanan itu serta terus beramal shalih pastilah dijamin Allah menjadi manusia mulia bahagia. Mereka begitu yakin dengan imi. Bagaimana dengan kita?
Bacalah kisah Hana, istri Imran, ibubda dari Siti Maryam. Saat Maryam masih dalam kandungan beliau berkata: "Kunadzarkan (kuniatjanjikan) janin yang ada dalam perutku ini untuk menjadi orang yang menyembah, mengabdi kepadaMu Ya Rabb, terbebas dari kesibukan duniawi." Teruskan pembacaan kisah ini. Ternyata, Maryam yang pekerjaannya terus beribadah ini dijamin rizkinya oleh Allah dengan rizki yang mudah dan tidak disangka-sangka. Lalu rahimnya dipilih Allah untuk menjadi perantara lahirnya Nabi Isa al-Masih. Masihkah kita tak yakin dan tak percaya?
Saat Ibnu Abbas masih kecil, beliau ada di dekat Rasulullah. Apakah kira-kira yang dinasehatkan oleh manusia paling mulia ini? Dari hadits yang panjang bisa kita simpulkan dari sepotong kalimat pendek namun bernas: "Jagalah Allah, maka Allah akan menjagamu." Begitulah manusia agung mengarahkan anak kecil dalam menjalani lehidupan yang seringkali membingungkan dan menggelisahkan ini.
Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita arahkan anak-anak kita pada jalan menuju iman? Kepada siapakah kita titipkan pendidikan akal dan hati anak kita? Ataukah memang kita tak pernah menitipkan kepada siapa-siapa dengan membiarkan mereka berjalan alami bagai anak binatang ternak? Saya bersyukur orang tua saya menitipkan saya kepada R.K.H. As'ad Syamsul Arifin, Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Situbondo. Saya bersyukur pula mengkuti jejak orang tua saya, menitipkan anak ketiga saya kepada Dr.K.H. Abdul Haliq, pengasuh pondok pesantren al-Amanah Bahrul Ulum Jombang. Semoga mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Salam, AIM