KISAH AGAM: TERLALU SENSITIF TIDAKLAH ELOK
Saat kami jalan-jalan sore dengan istri dan anak serta keponakan, anak ragil saya, Agam (Ahmad Ghulam Alim Mawardi) bercerita tentang tak baiknya terlalu sensitif. Katanya, terlalu sensitif itu akan menjadikan seseorang salah paham dan salah pikir. Lebih jauh lagi, sensitif itu membuat seseorang kehilangan selera humor. Hidupnya akan kering karena tak pernah disentuh senyum dan tawa.
Seorang ibu penjual soto yang satu ini, cerita Agam, perasaannya sedang galau. Perceraiannya dengan suaminya sepertinya sulit dihindari betapapun anak-anaknya protes setengah mati dan mendirikan bendera setengah tiang tanda bersedih atau berduka. Meskipun bersedih dan galau, si ibu ini tetap saja membuka warungnya walau sangat tampak tak ada lagi senyum saat menyapa pelanggan.
Seorang anak usia 9 tahun datangvke warung itu untuk membeli soto yang terkenal rasanya sangat top markotop. "Ibu, pesan soto dua porsi ya," pesan si anak itu. Dengan tanpa senyum si ibu bertanya: "Dipisah apa disatukan?" Anak ini menjawab setengah guyon dengan merujuk pada lagu yang sering didengarnya: "Jangan pisahkan, Ibu. Berpisah tu sakitnya di sini."
Si ibu penjual soto marah muntap dan berkata: "Apa kamu bilang? Anak kecil berani mengolok-olok orang tua. Tak siram mukamu pakai kuah soto." Anak itu lari ketakutan dan teriak: "Nanti jadi soto muka Bu, bukan soto ayam." Anak kecil tadi sejatinya tak paham dan tak perlu tahu tentang proses perceraian ibu itu dengan suaminya. Hanya memang begitulah tabiat orang yang sensitif, menganggap semua orang tahu atau semuanya tidak peduli hakikat masalah yang dihadapinya.
Yang sensitif dan dalam proses perceraian sangat mungkin menganggap tulisan ini menyindir dirinya. Padahal saya hanya menceritakan ulang kisah anak saya yang kelas 4 SD itu. Salam common sense, AIM@Pondok Pesantren Kota Alif Laam Miim Surabaya