MANUSIA DICIPTA UNTUK BAHAGIA, LALU MENGAPA ADA YANG MENDERITA?
Pertanyaan di atas menjadi mengantar saya dalam mengkaji tema episode 28 kerja sama angara Tv9 dengan Pondok Pesantren Kota Alif Laam Miim Surabaya. Lalu, saya kaitkan dengan para pencuri kebahagiaan yang kehadirannya sering kita biarkan atau kita anggap sebagai biasa saja. Batu setwlah jatuh dalam derita, tersadarkan bahwa bahagia milik kita telah tercuri. Lalu siapa para pencurinya? Tenang, jangan tergesa-gesa.
Rekaman episode di atas adalah kemaren sore. Semalam saya menyampaikan kajian di kuliah tarawih masjid nasional al-Akbar yang juga berkaitan dengan tema itu, ketenangan pikiran dan kedamaian jiwa. Subuh hari ini, di masjid yang lain saya diminta menyampaikan alasan filosofis di balik ajaran agama. Apa bukti bahwa agama itu sungguh untuk membahagiakan manusia? Mengapa harus ada dan melaksanakan rukun Islam?
Mungkinkah orang yang tidak taat beragama itu bahagia? Pastikah orang semacam itu menderita? Jawaban dari banyak orang bisa jadi berbeda. Dalil dan buktinya pun bisa beragam. Namun satu hal yang pasti adalah bahwa mereka yang kebutuhan ruhaninya tidak terpenuhi, yakinlah ruhaninya akan lemah dan sakit. Ruhani yang sakit sungguh akan jauh lebih berbahaya ketimbang badan yang sakit.
Andai waktu panjang, bisa dipaparkan bagaimana bukti bahagianya para manusia pilihan Allah dalam menjalani hidup sampai kembali kepada Allah saat wafatnya. Andai ada waktu luas, bisa diungkap bagaimana ungkapan-ungkapan terakhir orang shalih dan orang dhalim di detik terakhir menjelang ajalnya tiba. Dari sana kita bisa mengambil pelajaran. Jangan tertipu dengan tampilan luar wahai saudaraku dan sahabatku. Bahagia itu urusan hati. Salam, A. I. Mawardi