MEMAHAMI LAKON SEBAGIAN BESAR MANUSIA
Baru minggu kemaren saya berbincang dengan para santri mahasiswa tentang ayat-ayat al-Qur'an "walakinna aktsaran naasi" (tetapi sebagian besar manusia). Ada empat kata yang menjadi penjelas akan sifat mayoritas manusia dalam ayat-ayat itu: kebanyakan manusia itu tidak beriman, tidak mengetahui, tidak bersyukur dan tidak menggunakan akal sehatnya.
Mafhum mukhalafah (pemahaman dari sisi sebaliknya, ini istilah ushul fiqh), ini berarti bahwa sedikit saja manusia yang benar-benar beriman, tahu, bersyukur dan menggunakan akal sehat. Kualitas ini sulit dilihat kasat mata, hanya Allah yang tahu pasti, karena ia sangat berhubungan dengan hati.
Sangat bisa tampilan luar itu berbeda dengan isi dalamnya. Tidak setiap senyuman itu ramah, karena faktanya adalah bahwa senyuman harimau sangat mungkin bermakna siap menikam dan membunuh. Hanya mereka yang benar-benar beriman dan tahu hakikat serta bersyukur akan jalan takdir yang mampu menampilkan diri apa adanya, sejujurnya.
Kemaren sore, seorang ustadz dan traines terkenal datang ke pondok tentang suka dukanya membangun lembaga pendidikan anak yatim. Beliau mengalami kriminalisasi dalam makna yang sesungguhnya. Dihujat kanan kiri, dicurigai sahabat dan tetangga, lalu dijadikan tersangka oleh seseorang. Tapi Allah kan Mahamelihat serta menolong. Kebenaran dan ketulusan ternyata memang disuka dan ditolong Allah. Hanya saja, memang harus tabah menunggu waktu akan hakikat kemenangan itu.
Tadi pagi, seorang kiai terkenal dan selalu tampil di TV datang kr pondok. Beliau bercerita tentang orang-orang yang sibuk menyinhkitkan beliau dari berbagai jabatan dan kegiatan. Beliau sambil geleng kepala merasa heran ada apa yang salah dengan dirinya. Saya sampaikan bahwa banyak tokoh dan kia lain yang mengalami hal sama dan bahkan lebih parah ketimbang beliau. Kami akhirnya berbincang lebar tentang kisah hidup kami masing-masing. Kami ketawa setelah sampai pada kesimpulan: "Tak ada yang tahu pasti tentang kita kecuali Allah dan kita sendiri yang menjalani "
Ada banyak yang kami perbincangkan dengan para tamu itu. Pelajaran yang saya petik adalah bahwa, pertama, yang penting kita yakin bahwa jalan yang kita tempuh adalah baik dan atas dasar niat baik, maka kisah lanjutannya adalah skenario terindah Allah. Pelajaran kedua adalah bahwa jangan mudah menilai orang lain karena pengetahuan kita tentang orang lain itu tidak pernah utuh sempurna. Doakan kebaikan secara tulus untuk orang lain. Buang iti hati dan dengki serta kebencian, gunakan akal sehat, akal yang tumbuh di atas kesadaran hati, bukan tuntutan nafsu.
Saya sungguh senang memiliki tamu dan teman dekat yang mau berbagi pelajaran hidup dengan tulus seperti ini. Semoga senantiasa kita semua bisa menjaga ketulusan, panjang umur membawa tauhid yang tulus, demi kemaslahatan bersama di dunia dan akhirat kelak. Salam, AIM