Seorang kiai sepuh pengasuh sebuah pondok pesantren besar dengan setengah menangis berkata kepada saya: "Saya ingin sekali para kiai berkumpul dan bersatu menyikapi keadaan yang semakin amburadul ini. Agama sudah tidak lagi menjadi prioritas. Semua berbicara tentang politik dan kekuasaan. Sementara Islam selalu dipojokkan dengan bungkus media yang seakan-akan obyektif." Saya kagum sekali dengan kepedulian beliau.
Kemudian beliau berbisik lagi di sela nyaringnya soundsystem di tempat acara: "Saya berharap sekali semua santri memiliki kepedulian akan pengembangan keilmuan agama dan sikap Islami, karena saat ini ada jurang yang dalam antara ilmu dan amal. Lingkungan pesantren saja saat ini sedang menjadi target pengrusakan moral oleh kelompok yang belum jelas siapa dalangnya. Tadi malam, pondok saya menangkap morfinis yang menyusup ke pondok jam satu dini hari." Saya diam sambil terus mendengar dan berfikir betapa gawatnya keadaan itu.
Beliau melanjutkan kalimat akhir: "Saya berharap sekali alumni UIN dan Perguruan Tinggi Islam lainnya mampu menjadi penyejuk masyarakat, pengarah perilaku masyarakat, mengajar masyarakat. Hati-hatilah, kalau lembaga keislaman sudah tak mampu menjadi lentera, maka lembaga apa lagi yang bisa diharapkan menerangi jalan masa depan."
Saya cuma bisa berkata: "Mohon doanya Kyai, semoga kami sebagai insan kampus, sebagai akademisi, diberikan kemudahan Allah memiliki ilmu keislaman yang bermanfaat. Semoga cinta kami kepada Allah, Rasulullah dan agama ini adalah puncak cinta dan cita-cita kami. Maafkan kami kalau ada kesan bahwa kami belum berbuat banyak untuk masyarakat."
Kiai sepuh tadi sepertinya geram betul dengan keadaan bangsa ini, gregetan betul dengan berbagai gerakan yang cenderung melemahkan Islam dengan cara halus, dan berharap betul kepada insan kampus dan manusia pesantren untuk kompak membangun kesadaran dan peradaban Islam. Saya setuju Kyai. Salam, AIM@ponpeskot Alif Laam Miim Surabaya