Ada kisah teladan dari salah seorang imam teladan yang layak dibaca, direnungkan dan ditiru, yakni tentang Imam Abu Hanifah yang menjadi rujukan madzhab fiqh Hanafiyah itu. Saya kutipkan teks Arabnya ya biar lebih yakin dan mantap:
كان الإمام أبو حنيفة بارا بوالديه، وكان يدعو لهما ويستغفر لهما، ويتصدّق كل شهر بعشرين دينار عن والديه
Maknanya: "Imam Abu Hanifah adalah seorang yang baik (berbakti) kepada kedua orang tuanya. Beliau itu selalu mendoakan kedua orang tuanya, memohonkan ampunan untuk kedua orang tuanya, dan bershadaqah setiap bulan 20 dinar emas atas nama kedua orang tuanya."
Apa yang dilakukan oleh Imam Abu Hanifah ini ternyata merupakan kebiasaan orang tuanya yang rajin bershadaqah tidak hanya atas nama dirinya melainkan pula atas nama keluarganya. Begitulah pengakuan ayah Imam Abu Hanifah ketika ditanya tentang rahasia keseuksesan, kealiman dan keshalihan anak-anaknya.
Terlalu banyak hikmah yang bisa dikaji dari kutipan di atas. Saat ini saya akan menyampaikan bahwa baik dan bakti kita kepada orang tua bisa saja menjadi penyebab sukses dan bahagianya keturunan kita. Begitu pula sebaliknya, ketika seseorang senantiasa membuat kecewa orang tuanya, jangan terlalu berharap untuk selalu disenangkan anak cucunya kelak.
Bangunlah keluarga yang temali kasih sayang tak terputus dari awal ke akhir. Sambunglah semuanya tidak hanya dengan silaturrahim fisik melainkan pula dengan silaturrahim ruhani. Apa silaturrahim ruhani? Doa untuk mereka, istighfar untuk mereka, dan shadaqah yang pahalanya diperuntukkan kepada mereka. Salam, AIM@cabin_to_Bowr Nehi