Malam Ahad kemaren, di hadapan ribuan jamaah saya angkat dua lembar uang kertas rupiah. Tangan kanan memegang uang kertas berwarna merah seratus ribuan, sementara tangan kiri memegang uang kertas berwarna biru lima puluh ribuan. Saya katakan bahwa uang ini dibuat pada tahun yang sama oleh perusahaan yang sama. Bedanya adalah uang kertas biru lima puluh rubuan lebih besar dari yang seratus ribuan.
Semua jamaah mengangguk paham sepaham mereka bahwa kedua uang di tangan saya itu adalah uang asli. Kemudian saya tanyakan kepada mereka yang mana yang akan dipilih jika saya tawarkan untuk memilih salah satu dari dua uang itu. Semua menjawab: "yang seratus ribu." Saya remas-remas uang seratus ribu itu samai lecek dan kusut, lalu saya tanyakan kembali mau pilih yang mana. Mereka masih memilih yang seratus ribuan.Saya bilang bahwa saya akan tambahi satu angka nol dibelakang 50000 sehingga tulisannya menjadi 500000 ternyata tak mengoyahkan pilihan mereka; mereka tetap memilih 100 ribuan.
Hikmah dari permainan di atas adalah bahwa sesuatu yang disepakati oleh umum sebagai baik, mulia dan bernilai tak akan pernah menjadi hina karena disaingi. Pencitraan 50000 menjadi 500000 tak bisa mengalahkan uang asli 100000. Hanya orang bodoh dan gila yang termakan pencitraan. Betapapun tampilan luar 100000an kusut dan lecek, tetaplah ia menjadi yang terpilih. Andai bukan karena nilai yang disepakati, kertas kado lebih laku dibandingkan uang 100 ribuan karena lebih lebar dan bermotif.
Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak melihat pada rupamu dan jasmanimu melainkan pada hatimu dan perbuatanmu." Nilai manusia adalah pada hatinya, yakni adakah cinta dan ketulusan di sana, dan pada amalnya, yakni apa saja perbuatan bermanfaat yang dilakukannya. Indah dan istimewanya Sang Rasul Pamungkas, pesona lahir dan batin terpancar dari dirinya. Bagaimana dengan kita? Salam, AIM@otw_Masjid Jami' Al-Fatah Kabupaten Mojokerto