Di Hari Itu, Hari Ini
Hari itu adalah hari Ahad tanggal 14 Pebruari 1993. Pagi sekali saya dan keluarga besar saya berangkat menuju desa Sumberejo, Olak-alen, Selorejo Blitar. Pagi itu saya memakai kaos hitam yang bagian depannya bertuliskan Solidaritas. Saya baru ganti baju pada saat akan memasuki wilayah Blitar. Saya memakai sarung warna hijau tua dan jas warna hitam. Mengapa ganti baju? Hari itulah saya melaksanakan salah satu sunnah Rasulullah, yakni nikah.
Wanita yang saya nikahi adalah teman sekelas saya di kampus, teman diskusi saya. Kami menjadi akrab karena hanya kami berdualah yang dibebaskan dari kewajiban ikut kelas bahasa Arab semester satu dan dua, melainkan langsung bergabung dengan kakak kelas semester tiga. Tak langsung akrab, tapi cuma sering saling lirik. Nama wanita itu adalah Ida Rohmah Susiani.
Wanita ini sederhana dalam banyak hal. Yang paling saya ingat adalah kebiasaannya ke kampus dengan memakai aroma yang biasa dipakai bayi. Sepertinya, bedaknya pun kala itu adalah bedak bayi. Sejak dulu tak pernah saya tanyakan mengapa, karena memang bukan masalah. Namun kutafsirkan sendiri bahwa dia ingin selalu menjadu setulus bayi, ingin dimanja seperti dimanjakannya bayi.
Hari ini, usia perkawinan kami sudah 24 tahun. Bukan waktu yang pendek. Ada lima anak terlahir dari perkawinan kami. Bukan sesuatu yang mudah. Tentu ada suka dan ada duka. Tentu pernah ada masalah dan juga jalan keluar masalah. Kami beruntung memiliki penasehat hidup yang sangat bijak, yakni orang-orang tua kami.
Sepanjang jalan pernikahan kami, sayalah yang paling banyak memiliki salah. Kepada istriku, atas kesalahanku, aku mohon maaf. Sepanjang menjalani hidup bersama, sebagai suami, sayalah yang harus bertanggungjawab atas segala ketaknyamanan. Kepada seluruh anggota rumah tanggaku, maafkan kekuranganku.
Terimakasih untuk isteriku yang telah setia mendampingiku selama 24 tahun ini. Tak mudah bersama orang sepertiku yang dunianya banyak berbeda dengan kebanyakan orang. Hidup masih akan berlanjut. Tetaplah sabar dan tulus
mencintaiku. Terimakasih anak-anakku atas pengertiannya selama ini pada gaya hidup ayahmu. Hari itu, hingga hari ini, adalah hari yang membahagiakan. Salam, AIM