Pencerah Hati

Pencerah Hati 16 April 2016 08:00

  • Sabtu, 16 April 2016 08:00:00
  • Ahmad Imam Mawardi

Tadi siang, setelah Jum'atan , saya bertemu dengan beberapa relasi di sebuah restoran. Ramai juga pengunjungnya. Saya tak berani tanya mengapa restoran ini ramai dan mengapa mereka makan-makan di sini karena saya sendiri tak ingin ditanya mengapa juga ikut ramai-ramai di sana. Posisi saya diundang relasi yang kebetulan akan buka usaha baru. Musyawarah sambil meniknati kambing Arab plus nasi kebuli.

Walau masakannya enak dan mantap, bukan itu yang akan saya ceritakan, sebbagaimana saya juga tak akan bercerita tentang beda kambing Arab dan kambing Madura. Saya akan ceritakan diskusi di meja sebelah saya yang membahas khutbah Jum'at yang mereka ikuti sebelum makan siang itu. Seorang pemuda yang kopiahnya setengah miring berkata: "Khatib tadi itu mantap, favorit di masjid kita itu. Khatibnya pengertian sekali bahwa jamaahnya ngantuk dan gagal paham materinya, khutbah cuma 7 menit 42 detik plus shalat 3 menit 11 detik."

Temannya yang sepertinya lain masjid bertanya: "Materinya apa?" Dijawabnya: "Ya itu, tidak jelas. Ada masalah BPK, KPK, PKK dan lain-lain. Pendahuluannya saja yang bahasa Arab, setelah itu bahasa politik." Teman sebelahnya nyahut: "Depannya saja yang bahasa khatib, sisanya bahasa preman, marah-marah, bentak-bentak dan sesat menyesatkan."

Mereka rupanya tak tahu bahwa yang duduk di meja sebelahnya adalah seorang khatib juga. Teman saya senyum-senyum melihat keseriusan saya mendengarkan analisa mereka tentang khatib. Tak kalah dengan diskusi di ILC. Ternyata segala hal dalam hidup ini sangat mungkin dianalisa orang lain. Berhati-hatilah dan tampilkan segala sesuatu secara wajar dan sesuai dengan ajaran.

Allah mengajar saya melalui mereka para pembahas khatib tadi: "Jadi khatib, da'i, pimpinan, jangan suka marah, teriak, bentak-bentak dan menyesatkan orang lain. Santun, lembut dan bijak adalah pilihan terbaik. Salam, AIM@GMHotel_Lumajang